LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA TANAH
Oleh :
KELOMPOK
3
AKHMAD
KAMAL
PROGRAM
STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
MINAT
ILMU TANAH DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2013
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Tanah merupakan suatu sistem mekanik yang bersifat
sangat kompleks yang terdiri dari tiga fase (komponen) yaitu bahan-bahan padat,
cair, dan gas. Komponen padatan yang hampir menempati 50% volume tanah.
Sebagian besar terdiri dari mineral dan
lainnya bahan organik yang tersebar tidak teratur dan berhubungan serta
tersusun dalam suatu pola geometri yang rumit, dan sulit untuk dijelaskan. Sisa
volume selebihnya merupakan ruang yang perbandingannya selalu bervariasi
menurut musim dan pengelolaan tanah. Beberapa bagian bahan padatan tersusun
dari partikel berbentuk Kristal, sedang yang lain berbentuk gel yang tidak
teratur dan mampu menyelimuti partikel berbentuk Kristal dan merubah sifat dari
bahan padatannya.
Fisika tanah adalah ilmu yang
mempelajari tentang sifat-sifat fisik tanah. Hal ini penting dipelajari karena
pertumbuhan tanaman yang baik tidak hanya tergantung pada tersedianya unsure
hara yang cukup dan seimbang tetapi juga harus ditunjang dengan keadaan fisik
yang baik. Tanaman tidak hanya membutuhkan unsure hara sebagai makanannya
tetapi juga memerlukan sifat-sifat fisik yang baik guna menjamin ketersediaan
air, udara, dan panas. Misalnya tanah yang subur tetapi kekurangan air maka
porositasnya rendah, tanah yang kaya akan unsure hara tetapi sulit diserap oleh
tanaman.
Dengan mengkaji fisika tanah
maka kita dapat memberikan keterangan tentang dasar-dasar fisika tanah,
mengenal pengaruh-pengaruh fisika tanah terhadap pertumbuhan tanaman,
mengetahui bagaimana kondisi fisik tanah dapat mempengaruhi guna kepentingan
umat manusia, mengembangkan pengetahuan cara kerja beberapa metode dan
peralatan yang digunakan dalam penelitian fisika tanah, mempelajari cara
penggunaan fisika tanah dalam menilai tanah.
Dengan mengetahui fisika tanah maka kita tahu
bagaimana kemampuan tanah menyimpan air, aerase dimana apabila ukurannya kecil
maka udaranya sedikit, penyerapan unsure hara, menilai kandungan c organic atau
kesuburan, menilai kandungan mineral, menilai kesesuaian lahan, drainase dan
irigasi, penetrasi akar, factor pembeda horizon tanah, sebagai penentu
klasifikasi tanah, menilai kesesuaian lahan, menilai kemampuan lahan, dan
sebagai tingkat penentu erosi.
Fisika tanah juga memiliki
kaitan dalam menentukan kekuatan dan daya dukung lahan dimana dapat dilihat
dari rumus berikut ini :
M =
Dimana: M = matang atau mentah M
< 0,7 = matang
M
> 0,7 = mentah
A = air lapang
R = debu + pasir
L = liat
H = bahan organik
Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah
untuk mengetahui nilai tanah kering mutlak (TKM), partikel density (PD), agregat mantap air,
permeabilitas, air kapasitas lapang, bulk density (BD), dan tekstur
pada sampel tanah yang digunakan.
TINJAUAN PUSTAKA
Pada kondisi kering, konsistensi tanah dibedakan
berdasarkan tingkat kekerasan tanah. Konsistensi kering dinilai dalam rentang
lunak sampai keras, yaitu meliputi: lepas, lunak, agak keras, keras, sangat
keras, dan ekstrim keras.
Cara penetapan
konsistensi untuk kondisi kering ditentukan dengan meremas segumpal tanah.
Apabila gumpalan tanah sukar hancur dengan cara remasan tersebut maka tanah
dinyatakan berkonsistensi teguh untuk kondisi lembab atau keras untuk kondisi
kering.
Penetapan konsistensi tanah pada kondisi kadar air tanah
kering udara, ini dibagi 6 kategori sebagai berikut:
- Lepas (Nilai 0): yaitu dicirikan butir-butir tanah mudah dipisah-pisah atau tanah tidak melekat satu sama lain (misalnya tanah bertekstur pasir).
- Lunak (Nilai 1): yaitu dicirikan gumpalan tanah mudah hancur bila diremas atau tanah berkohesi lemah dan rapuh, sehingga jika ditekan sedikit saja akan mudah hancur.
- Agar Keras (Nilai 2): yaitu dicirikan gumpalan tanah baru akan hancur jika diberi tekanan pada remasan atau jika hanya mendapat tekanan jari-jari tangan saja belum mampu menghancurkan gumpalan tanah.
- Keras (Nilai 3): yaitu dicirikan dengan makin susah untuk menekan gumpalan tanah dan makin sulitnya gumpalan untuk hancur atau makin diperlukannya tekanan yang lebih kuat untuk dapat menghancurkan gumpalan tanah.
5.
Sangat
Keras
(Nilai
4): yaitu dicirikan dengan
diperlukan
tekanan
yang
lebih kuat lagi
untuk dapat menghancurkan gumpalan tanah atau gumpalan tanah makin sangat sulit
ditekan dan sangat sulit untuk hancur.
- Sangat Keras Sekali / Luar Biasa Keras (Nilai 5): yaitu dicirikan dengan diperlukannya tekanan yang sangat besar sekali agar dapat menghancurkan gumpalan tanah atau gumpalan tanah baru bisa hancur dengan menggunakan alat bantu (pemukul).
Pada umumnya lahan kering masam didominasi oleh tanah
Ultisol, yang dicirikan oleh kapasitas tukar kation (KTK) dan kemampuan
memegang/menyimpan air yang rendah, tetapi kadar Al dan Mn tinggi. Oleh karena
itu, kesuburan tanah Ultisol sering kali hanya ditentukan oleh kadar bahan
organik pada lapisan atas, dan bila lapisan ini tererosi maka tanah menjadi
miskin hara dan bahan organik. Di samping itu, kekahatan fosfor merupakan salah
satu kendala terpenting bagi usaha tani di lahan masam. Hal ini karena sebagian
besar koloid dan mineral tanah yang terkandung dalam tanah Ultisol mempunyai
kemampuan menyemat fosfat cukup tinggi, sehingga sebagian besar fosfat dalam
keadaan tersemat oleh Al dan Fe, tidak tersedia bagi tanaman maupun biota
tanah.
Berat jenis partikel (BJ) atau particle density adalah ukuran kerapatan
zarah-zarah tanah yang merupakan perbandingan antara berat partikel tanah
dengan volume partikel tanah, diukur dengan piknometer (Mahajan dan Walker,
1978).
Kecenderungan bahwa density batubara bernilai minimum
pada kandungan karbon 85%. Sebagai contoh, karbon batubara 50-55% akan memiliki
densiti sekitar 1,5 g/cm 3, dan cenderung berkurang hingga 1,3 g/cm 3
untuk batubara mengandung 85% karbon diikuti dengan peningkatan 1,8 g/cm 3
untuk batubara dengan kandungan karbon 87%. Sebagai pembanding, densitas
graphite (2,25 g/cm 3) juga mengikuti kecenderungan ini (Zhupakhina,
1990).
Walaupun variasi densitas tidak begitu besar, umumnya
densitas untuk maseral (memilki kandungan karbon yang sama) adalah exinite
< vitrinite < micrinite (Ettinger, 1960).
Padatan yang porous seperti batubara, memiliki tiga
perbedaan dalam pengukuran densitasnya; true density, particle density, dan
apparent density (Sander, 1988).
Apparent density batubara dapat dilakukan dengan cara membenamkan sampel
batubara di dalam cairan dan kemudian mengukur cairan yang terpindahkan. Untuk
prosedur ini, cairan harus: (1) membasahi permukaan batubara, (2) tidak ada
absorbsi yang kuat pada permukaan, (3) tidak menyebabkan pengembangan, dan (4)
menetrasi pori batubara (Fadhly, 1997).
True density batubara ditentukan dengan menggunakan prisip pemindahan
helium. Helium baik digunakan sebab dapat menetrasi pori-pori sampel batubara
tanpa menyebabkan interaksi secara kimiawi (Subandi, 2006).
Partikel Density
(PD) adalah berat
padatan tanah (solid, without pore) dibagi dengan volumenya (solid, without
pore). PD kebanyakan tanah adalah 2,6-2,7 g/cm3. Kepadatan padatan (solid)
tanah mendekati kepadatan kuarsa (2,6 gr/cm3) karena kebanyakan mineral tanah
adalah mineral silikat. Adanya
besi dan mineral berat lainnya (seperti olivin) cenderung meningkatkan PD
(Hasanuddin, 1990).
Bulk Density (BD) : berat padatan (pada kering konstan) dibagi
total volume (padatan+pori). BD
tanah yang ideal berkisar antar 1,3 – 1,35 g/cm3. BD
pada tanah berkisar >1,65 g/cm3 untuk tanah berpasir; 1,0-1,6 g/cm3 pada
tanah geluh yang mengandung BO tanah sedang-tinggi. BD mungkin lebih kecil dari
1 g/cm3 pada tanah dengan kandungan BO tinggi. BD sangat bervariasi antar
horizon tergantung pada tipe dan derajad aggregasi, tekstur dan BO tanah. Bulk
Density sangat sensitif terhadap pengolahan tanah. Tillage benar, BD turun dan
sebaliknya (Morris, 1987).
Partikel Density
(PD) dan Bulk Density (BD) ini berhubungan dengan porositas tanah. Distribusi, kontinuitas pori menentukan aliran air dan
udara. Persen pori 50% merupakan kondisi ideal tanah dimana setengahnya makro
pori untuk meneruskan air karena adanya gravitasi dan setengahnya mikropori
untuk menahan air dari tarikan gravitasi. Tanah mineral normalnya 30-60%.
Jumlah pori ditentukan oleh tekstur dan tipe lempungnya. Porositas (%) =
(1-BD/PD) x 100% (Ningsih, 1998).
Mekanisme pembentukan agregat dapat terjadi secara
biologi, kimia dan fisika. Semua mekanisme tersebut tidak bekerja
sendiri-sendiri, tetapi saling bekerja sama dalam membentuk agregat (Abidin,
2005).
Secara biologi, pembentukan agregat tanah dipengaruhi
oleh mikroorganisme yang ada dakam tanah. Tanah-tanah yang kaya akan bahan
organic diketahui dapat digranulasi dengan baik. Pembentukan agregat tanah
terjadi karena tenaga mekanis dari sel-sel mikroorganik atau miselia dan
pengaruh produk dekomposisi. Fungi dan aktinomycetes mengikat secara organik
dengan bantuan miselianya, sementara itu bakteri mengikat partikel-partikel dan
gum yang dihasilkan (Abidin, 2005).
Secara kimia pembentukan
agregat dapat terjadi melalui interaksi kation-
kation dapat tukar pada partikel liat dan aksi perekatan
dari bahan koloid anorganik. Pembentukan agregat menyangkut
interaksikation-kation dapat tukar pada partikel liat dan air dalam pori-pori
tanah. Partikel liat yang bermuatan negative ini dikelilingi oleh lapisan ganda
listrik (electrical double layer) yang terdiri dari kation yang terikat dan
kation yang mobil. Molekul air yang berorientasi antara butir liat membangun
rantai yang mengikat kuat butir koloid. Hubungan ikatan menyertakan
kation-kation. Penguapan air tanah akan menarik rapat butiran liat. Apabila
koloid mengalami dehidrasi lebih lanjut butiran koloid tanah akan melekat satu
sama lainnya menjadi agregat (Abidin, 2005).
Flokulasi
penting artinya dalam pembentukan agregat, faktor-faktor yang menyebabkan
terbentuknya agregat adalah :
1. Kandungan
liat dan ion-ion yang dapat dipert ukarkan pada proses pembentukan agregat,
liat bertindak sebagai semen dan mampu mengembang serta mengkerut bila
kelembaban berubah. Pada umumnya ion Ca, Mg dan K mempunyai daya flokulasi
terhadap liat, sedangkan ion H dan Na dapat mempeptisasi liat.
2. Semen-semen
organik adalah sesgueoksida membentuk koloid tidak balik (irreversible) atau
koloid lambat balik, sehingga membentuk agregat yang stabil terhadap air,
garam-garam mendorong flokulasi, CaCO2 yang mengendap sekitar akar
dapat berlaku sebagai semen.
3. Semen-semen
anorganik adalah senyawa-senyawa komplek dengan ion-ion logam merupakan bahan
perekat yang penting pada pembentukan agregat.
4. Tanaman
dan residu tanaman adalah bulu-bulu akar membuat partikel melekat bersama.
Tajuk tanaman dan residunya menjaga agar tanah tertutup dan melindunginya dari
perubahan temperatur yang tinggi dan tiba-tiba, perubahan kelembaban serta
tumbukan tetesan air hujan.
5. Binatang-binatang
adalah sebagian besar humus merupakan produk metabolisme dari binatang-binatang
kecilseperti cacing tanah, laba-laba, kutu, nematode dan serangga lainnya.
6. Mikroba-mikroba
adalah benang-benang misellium, fungi, aktinomicetes dan bahan-bahan yang dikeluarkan bakteri akan mengikat
partikel tanah secara bersama (Abidin, 2005).
Stabilitas
atau kemantapan agregat tanah penting diketahui untuk mengatasi masalah erosi
karena tanah-tanah yang mantap akan tahan terhadap proses disagregasi, yaitu
penghancuran agregat-agregat tanah akibat tumbukan butir-butir hujan. Pada
umumnya tanah yang sering terendam air mempunyai agregat yang lebih mantap
dibandingkan dengan tanah yang tidak tergenang. Hal ini karena pada waktu
keadaan jenuh air terjadi peristiwa reduksi sehingga ion-ion bivalen larut
setelah tanah kering terjadi keadaan oksidasi, yaitu timbul peristiwa yang
mengubah Fe2+ menjadi Fe3+, dan mengendap menjadi Fe (OH)3
(Murhan, 1995).
Kemantapan
agregat menunjukkan ketahanan agregat tanah terhadap pengaruh-pengaruh
pengrusakan oleh air dan manipulasi mekanik. Air dapat merusak agregat karena
hantaman butiran hujan yang jatuh. Manipulasi mekanik pada tanah terutama
karena melakukan pengolahan tanah pada kandungan air yang tidak tepatsehingga
akan menghancurkan agregat (Sarief, 1985).
Tiga
kelompok bahan organik koloid dalam tanah yang terpenting sebagai bahan
penyemen (cementing agent) adalah: (a) mineral-mineral liat, (b) oksida-oksida
besi dan mangan yang bersifat koloid, dan (c) bahan organik koloid (Murhan,
1995).
Bahan-bahan
organik yang terkandung dalam tanah tersebut biasanya berasal dari dedaunan dan
ranting-ranting pohon yang jatuh ke tanah, serta bekas-bekas tanaman dan hewan
yang telah mati. Komponen-komponen tersebut selanjutnya akan dikomposisikan
oleh mikrobia atau mikroorganisme yang ada di dalam tanah. Dan pada akhirnya
terbentuklah bahan organik (BO) yang berupa lapisan humus. Bahan-bahan organik
inilah yang akan menjadi semen alami dalam merekatkan partikel-partikel tanah
hingga terbentuk agregat-agregat tanah yang mantap. Jika hal yang demikian
terjadi maka tanah akan menjadi mejadi lebih kuat dan tahan terhadap tumbukan
air pada saat hujan.
Kemantapan agregat tanah yang tinggi akan dapat meningkatkan porositas tanah. Tanah yang mempunyai porositas yang tinggi biasanya memiliki kapasitas infiltrasi yang tinggi pula. Karena banyaknya pori menyebabkan air yang berada diatas peremukaan tanah menjadi lebih cepat merembas ke bawah permukaan tanah. Dan tingginya kapasitas infiltrasi inilah yang nantinya akan menurunkan volume limpasan permukaan, yang merupakan penyebab utama erosi tanah di daerah hulu (Anonim, 2009).
Kemantapan agregat tanah yang tinggi akan dapat meningkatkan porositas tanah. Tanah yang mempunyai porositas yang tinggi biasanya memiliki kapasitas infiltrasi yang tinggi pula. Karena banyaknya pori menyebabkan air yang berada diatas peremukaan tanah menjadi lebih cepat merembas ke bawah permukaan tanah. Dan tingginya kapasitas infiltrasi inilah yang nantinya akan menurunkan volume limpasan permukaan, yang merupakan penyebab utama erosi tanah di daerah hulu (Anonim, 2009).
Bahan organik
merupakan pembentuk granulasi dalam tanah dan sangat penting dalam pembentukan
agregat tanah yang stabil. Bahan organik adalah bahan pemantap agregat tanah
yang tiada taranya. Melalui penambahan bahan organik, tanah yang tadinya berat
menjadi berstruktur remah yang relatif lebih ringan. Menurut Arsyad (1989)
peranan bahan organik dalam pembentukan agregat yang stabil terjadi karena
mudahnya tanah membentuk kompleks dengan bahan organik. Hai ini berlangsung
melalui mekanisme:
·
Penambahan bahan organik dapat meningkatkan
populasi mikroorganisme tanah, diantaranya jamur dan cendawan, karena bahan
organik digunakan oleh mikroorganisme tanah sebagai penyusun tubuh dan sumber
energinya. Miselia atau hifa cendawan tersebut mampu meny atukan butir tanah
menjadi agregat, sedangkan bakteri berfungsi seperti semen yang menyatukan
agregat.
·
Peningkatan secara fisik butir-butir prima oleh
miselia jamur dan aktinomisetes. Dengan cara ini pembentukan struktur tanpa adanya
fraksi liat dapat terjadi dalam tanah.
·
Peningkatan
secara kimia butir-butir liat melalui ikatan bagian-bagian pada senyawa organik
yang berbentuk rantai panjang.
·
Peningkatan
secara kimia butir-butir liat melalui ikatan antar bagian negatif liat dengan
bagian negatif (karbosil) dari senyawa organik dengan perantara basa dan ikatan
hidrogen.
·
Peningkatan
secara kimia butir-butir liat melalui ikatan antara bagian negatif liat dan
bagian positf dari senyawa organik berbentuk rantai polimer (Narang, 2009).
Faktor
yang mempengaruhi pembentukan agregat adalah sebagai berikut :
1.
Bahan
Induk
Variasi penyusun tanah tersebut mempengaruhi pembentukan
agregat-agregat tanah serta kemantapan yang terbentuk. Kandungan liat
menentukan dalam pembentukan agregat, karena liat berfungsi sebagai pengikat
yang diabsorbsi pada permukaan butiran pasir dan setelah dihidrasi tingkat
reversiblenya sangat lambat. Kandungan liat > 30% akan berpengaruh terhadap
agregasi, sedangakan kandungan liat < 30% tidak berpengaruh terhadap agregasi.
2.
Bahan
organik tanah
Bahan organik tanah merupakan bahan pengikat setelah
mengalami pencucian. Pencucian tersebut dipercepat dengan adanya organisme
tanah. Sehingga bahan organik dan organisme di dalam tanah saling berhubungan
erat.
3.
Tanaman
Tanaman pada suatu wilayah dapat membantu pembentukan
agregat yang mantap. Akar tanaman dapat menembus tanah dan membentuk
celah-celah. Disamping itu dengan adanya tekanan akar, maka butir-butir tanah
semakin melekat dan padat. Selain itu celah-celah tersebut dapat terbentuk dari
air yang diserp oleh tnaman tesebut.
4.
Organisme
tanah
Organisme tanah dapat mempercepat terbentuknya agregat.
Selain itu juga mampu berperan langsung dengan membuat lubang dan menggemburkna
tanaman.Secara tidak langsung merombak sisa-sisa tanaman yang setelah
dipergunakan akan dikeluarlan lagi menjadi bahan pengikat tanah.
5.
Waktu
Waktu menentukan semua faktor pembentuk tanah berjalan.
Semakin lama waktu berjalan, maka agregat yang terbentuk pada tanah tersebut
semakin mantap.
6.
Iklim
Iklim berpengaruh terhadap proses pengeringan,
pembasahan, pembekuan, pencairan. Iklim merupakan faktor yang sangat
berpengaruh terhadap pembentukan agregat tanah (Nugroho, 2008).
Permeabilitas tanah adalah ukuran kecepatan air atau
udara yang mengalir melalui tanah atau kemampuan tanah untuk melewatkan air dan
udara dalam waktu tertentu (Ifansyah, 2008).
Permeabilitas berbanding lurus dengan porositas aerase
dan berbanding terbalik dengan porositas kapiler. Permeabilitas biasanya diukur
dengan laju arus air melalui tanah (kondisi jenuh air) dalam jangka waktu
tertentu dan biasanya dinyatakan dalam cm/jam (Ifansyah, 2008).
Kriteria permeabilitas tanah yang diukur dengan laju
gerak air melalui contoh tanah jenuh air pada tekanan hidrostatik 1 cm air.
Permeabilitas (cm/jam)
|
Kelas
|
< 0,1
0,1 - 0,5
0,5 - 2,0
2,0 - 6,0
6,0 – 12,5
12,5 – 25,5
>25,5
|
Sangat rendah
Rendah
Agak rendah
Sedang
Agak cepat
Cepat
Sangat cepat
|
Laju
awal peresapan air bergantung pada kadar kelengasan tanah. Misalnya apabila 30
cm lapisan atas tanah ultisol mengandung 40 % H2O (0,08 bar) laju
peresapannya adalah 38 cm/jam. Angka itu menurun menjadi setengahnya apabila
kadar kelengasan meningkat menjadi
44 % (0,04 bar) dan
turun lagi menjadi
30 cm/jam. Apabila tanah itu pada dasarnya jenuh dengan 50 % H2O (0,06 bar). Pada umumnya laju
peresapan awal adalah rata-rata 20 cm/jam dalam ultisol lempungan, oxisol
pasiran dan oxisol lempungan (Sanchez, 1992).
Pori-pori tanah adalah bagian yang
tidak terisi bahan padat tanah (terisi udara dan air). Pori-pori tanah dapat
dibedakan menjadi pori-pori kasar (makro pore) dan pori-pori halus (mikro
pore). Pori-pori kasar berisi udara atau air gravitasi (air yang mudah hilang
karena gaya gravitasi), sedangkan tanah-tanah pasir mempunyai pori-pori kasar
lebih banyak daripada tanah liat. Tanah dengan banyak pori-pori kasar sulit
menahan air sehingga tanaman mudah kekeringan. Tanah-tanah liat mempunyai
pori-pori total lebih tinggi dari pada pasir (Hardjowigeno, 1995).
Air
pada sebuah pipa kapiler
tidak bergerak atau
keluar, sebab gaya
tarik-menariknya lebih besar dari pada gaya tarik gravitasi. Sebagai
akibatnya suatu substansi dapat menjadi sangat porous dan belum begitu sangat
permeable terhadap air. Pada tube atau pipa yang besar (dengan ukuran bukan
kapiler) gerakan airnya bervariasi berkekuatan sebesar seperempat radiusnya.
Oleh karenanya, bila diameter pipanya didua kali lipatkan, kecepatan aliran
naik 16 kali (24), sebab molekul-molekul air diadsorbsi lebih kuat
kepermukaan tanah seperti pada gelas, ukuran pori merupakan hal yang sangat
penting dengan memperhatikan aliran atau gerakan air kedalam (infiltrasi)
dan menembus (perkolasi) tanah. Sebaliknya peristiwa yang tidak nyata antara
partikel-partikel tanah dan udara berakibat dalam pergerakan udara merupakan
hubungan yang utama dengan pori tanah kosong (tidak terhadap ukuran pori) dan
kepada kontinyuitas ruang-ruang pori (Foth, 1998).
Permeabilitas merupakan
kemudahan cairan, gas
dan akar menembus
tanah.
Permeabilitas tanah untuk air merupakan konduktivitas hidraulik. Berbagai macam
kelas-kelas konduktivitas hidraulik untuk getaran vertikal diketahui dalam
tanah jenuh air. Berikut kelas-kelas konduktivitas hidraulik
Konduktivitas jenis
|
||
Kelas
|
Mikrometer per menit
|
cm/jam
|
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Agak rendah
Rendah
Sangat rendah
|
>100
10-100
1-10
0,1-1
0,01-0,1
<0,01
|
>36
3,6-36
0,36-3,6
0,036-0,36
0,0036-0,036
<0,0036
|
Permeabilitas intrinsik suatu akifer
bergantung pada porositas efektif batuan dan bahan tak terkonsolidasi, dan
ruang bebas yang diciptakan oleh patahan dan larutan. Porositas efektif
ditentukan oleh distribusi ukuran butiran, bentuk dan kekasaran masing-masing
partikel dan susunan gabungannya, tetapi karena sifat-sifat ini jarang seragam,
konduktivitas hidrolik suatu akifer yang berkembang dibatasi oleh permeabilitas
lapisan-lapisan atau masing-maisng zone, dan mungkin bervariasi cukup besar
tergantung pada arah gerakan air (Rimba, 2005).
Air merupakan bagian terbesar dari jaringan tumbuhan.
Tersedianya air pada suatu lahan akan menentukan cocok atau tidaknya suatu
daerah untuk pertanian suatu jenis tanaman. Air yang dibutuhkan tanaman harus
dalam jumlah optimum, tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang. Oleh karena itu
dalam merencanakan suatu kegiatan pertanian air merupakan faktor pertimbangan
utama. Untuk mencapai tujuan tersebut maka informasi mengenai status air pada
suatu lahan pertanian yang akan ditanami sangat diperlukan. Curah hujan, evapotranspirasi dan sifat fisik tanah,
melalui analisis air lahan akan menentukan periode surplus dan difisit air
tanah. Sehingga dengan mengetahui periode surplus dan defisit air tanah maka
dapat diatur periode tanam. Kerugian pertanian akibat faktor ketersediaan air
dapat diminimumkan. Air adalah bahan yang paling penting untuk kelangsungan
kehidupan di permukaan bumi. Secara ekologi maupun fisiologi air telah
menentukan penyebaran pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Murdiyarso, 1991).
Kebutuhan air tanaman sebagai tinggi air yang dibutuhkan
untuk mengimbangi kehilangan air melalui evapotranspirasi tanaman sehat, tumbuh
di lahan yang luas pada kondisi air tanah dan kesuburan tanah tidak dalam
keadaan terbatas serta dapat mencapai produksi potensial pada lingkungan
pertumbuhannya (Doorenbos, 1976).
Kebutuhan air disebut juga evapotranspirasi. Dengan
mengabaikan jumlah air yang digunakan dalam kegiatan metabolisme maka
evapotranspirasi dapat disamakan dengan kebutuhan air tanaman (Sasrodarsono,
1978).
Penurunan kandungan air pada tanaman akibat cekaman air
akan menyebabkan hilangnya tekanan turgor, layu, terhentinya perbesaran sel,
penutupan stomata dan penurunan laju fotosintesis. Jika hal ini terus berlanjut
akan menyebabkan kematian bagi tanaman karena protoplasma tanaman akan hancur
(Murdiyarso, 1991).
Namuco dan Ingram (1989) dalam Turyanti (1995)
mengatakan bahwa stress lingkungan, terutama air dan suhu, menyebabkan
perubahan yang menggangu kandungan air dalam biji dan menghasilkan penyusutan
biji, pemudaran, perusakan pematangan sehingga kualitas biji/bulir menurun. Penurunan
hasil produksi akan bergantung pada tingkat, lama dan intensitas stress air
yang dialami oleh tanaman dalam suatu periode pertumbuhannya. Periode kering
yang disertai oleh tidak adanya air efektif sehingga kedalaman tanah satu meter
akan menyebabkan penurunan hasil hingga nol.
De Datta (1971) dalam Zadry (1984) melaporkan
bahwa untuk tanaman padi keadaan air tanah yang optimum untuk mencapai produksi
yang tinggi adalah antara kapasitas menahan air maksimum dengan kapasitas
lapang. Bila tegangan air tanah kurang dari kapasitas lapang, maka produksi
akan turun.
Kandungan air tanah antara kapasitas lapang dan titik
layu permanen disebut total air tanah tersedia (TAW, Total Available Water).
Titik kritis adalah batas minimum air tersedia yang dipertahankan agar
tidak habis mengering diserap tanaman hingga mencapai titik layu permanen.
Titik kritis ini berbeda untuk berbagai jenis tanaman, tanah, iklim serta
diperoleh berdasarkan penelitian di lapangan (Benami dan Offen, 1984 dalam
Yanwar, 2003).
Kandungan air antara kapasitas lapang dan titik kritis
disebut RAW (Readily Available Water). Perbandingan antara RAW dengan
total air tanah yang tersedia dipengaruhi oleh iklim, evapotranspirasi, tanah,
jenis tanaman dan tingkat pertumbuhan tanaman (Raes,1988).
Martinez Cab dan Cuenca (1992) dalam Usman (1996)
menyatakan bahwa evaluasi secara kuantitatif terhadap evapotranspirasi
dibutuhkan untuk menyelesaikan berbagai masalah yang berkaitan dengan
sumber-sumber alam, termasuk didalamnya studi keseimbangan hidrologi,
pengelolaan sumber daya air, dan penyesuaian lingkungan.
Evapotranspirasi adalah kombinasi dari dua proses yaitu
proses kehilangan air pada permukaan tanah disebut evaporasi dan proses
kehilangan air dari tanaman. Selama air tersedia, evapotranspirasi akan
berlangsung pada laju maksimum yang mungkin dan hanya tergantung pada jumlah
energi yang tersedia (Allen,1998).
Nieuwolt (1977) dalam Usman (1966) menyatakan
bahwa evapotranspirasi dikendalikan oleh tiga kondisi, yaitu kapasitas udara
untuk menampung lebih banyak uap air, jumlah energi yang tersedia dan digunakan
dalam proses evaporasi dan transpirasi sebagai bahan laten, dan derajat
turbulensi atmosfer bagian bawah yang dibutuhkan untuk memindahkan lapisan
udara yang telah jenuh dengan uap air dekat permukaan dan menggantinya dengan
udara yang belum jenuh.
Bulk density merupakan petunjuk
kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah makin tinggi bulk density, yang
berarti makin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Pada umumnya
bulk density berkisar dari 1,1-1,6 g/cc. Beberapa jenis tanah mempunyai bulk
density kurang dari 0,90 g/cc (misalnya tanah Andisol), bahkan ada yang kurang
dari 0,10 g/cc (misalnya tanah gambut) (Hardjowigeno, 2003).
Bulk density penting untuk
menghitung kebutuhan pupuk atau air untuk tiap-tiap hektar tanah, yang
didasarkan pada berat tanah per hektar (Hardjowigeno, 2003).
Kerapatan massa
adalah bobot massa
tanah kondisi lapangan
yang
dikeringovenkan per satuan
volume. Nilai kerapatan massa tanah berbanding lurus dengan tingkat kekasaran
partikel-partikel tanah, makin kasar akan makin berat. Tanah lapisan atas yang
bertekstur liat dan berstruktur granuler mempunyai BI antara 1.0-1.3 g/cm-3,
sedangkan yang bertekstur kasar berBI antara 1.3-1.8 g/cm-3. BI air= 1 g/cm3=1
ton/m3 (Hanafiah, 2005).
Nilai bobot isi dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya pengolahan tanah, bahan organik, pemadatan
oleh alat-alat pertanian, tekstur, struktur, dan kandungan air tanah. Nilai ini
banyak dipergunakan dalam perhitungan-perhitungan seperti dalam penentuan
kebutuhan air irigasi, pemupukan, pengolahan tanah, dan lain-lain (Sarief,
1989).
Bulk Density (BD)
: berat padatan
(pada kering konstan) dibagi total volume (padatan+pori)
|
-
BD tanah yang ideal berkisar antar 1,3 –
1,35 g/cm3.
-
BD pada tanah berkisar >1,65 g/cm3 untuk tanah berpasir; 1,0-1,6 g/cm3
pada tanah geluh yang mengandung BO tanah sedang-tinggi
-
BD mungkin lebih kecil dari 1 g/cm3 pada tanah dengan kandungan BO tinggi
-
BD sangat bervariasi antar horizon tergantung pada tipe dan derajad
aggregasi, tekstur dan BO tanah. Bulk Density sangat sensitif terhadap
pengolahan tanah. Tillage benar, BD turun dan sebaliknya (Sarief, 1989).
Bulk Density dan Kandungan Gas Tanah Gambut
Cenderung sangat rendah dan bervariasi, tergantung pada kandungan material organiknya yang dicerminkan pada spesifik gravity, kandungan air, derajat kejenuhan dan perbandingan ruang antar serat (void ratio) (Sarief, 1989).
Cenderung sangat rendah dan bervariasi, tergantung pada kandungan material organiknya yang dicerminkan pada spesifik gravity, kandungan air, derajat kejenuhan dan perbandingan ruang antar serat (void ratio) (Sarief, 1989).
Berat isi tanah merupakan salah satu sifat
fisik tanah yang sering ditetapkan karena berkaitan erat dengan perhitungan
penetapan sifat-sifat fisik tanah lainnya, seperti retensi air (pF), ruang pori
total (RPT), coefficient of linier extensibility (COLE), dan
kadar air tanah. Data sifat-sifat fisik tanah tersebut diperlukan dalam
perhitungan penambahan kebutuhan air, pupuk, kapur, dan pembenah tanah pada
satuan luas tanah sampai kedalaman tertentu. Berat isi tanah juga erat
kaitannya dengan tingkat kepadatan tanah dan kemampuan akar tanaman menembus
tanah (Sarief,
1989).
Menurut Lembaga Penelitian Tanah (1979), definisi berat
isi tanah adalah berat tanah utuh (undisturbed) dalam keadaan kering
dibagi dengan volume tanah, dinyatakan dalam g/cm3 (g/cc). Nilai berat isi
tanah sangat bervariasi antara satu titik dengan titik lainnya karena perbedaan
kandungan bahan organik, tekstur tanah, kedalaman tanah, jenis fauna tanah, dan
kadar air tanah (Sarief, 1989).
Tekstur tanah adalah keadaan tingkat kehalusan tanah yang
terjadi karena terdapatnya perbedaan komposisi kandungan fraksi pasir, debu dan
liat yang terkandung pada tanah (Badan Pertanahan Nasional). dari ketiga jenis
fraksi tersebut partikel pasir mempunyai ukuran diameter paling besar yaitu 2 -
0.05 mm, debu dengan ukuran 0.05 - 0.002 mm dan liat dengan ukuran < 0.002
mm (penggolongan berdasarkan USDA). Keadaan tekstur tanah sangat berpengaruh
terhadap keadaan sifat-sifat tanah yang lain seperti struktur tanah,
permeabilitas tanah, porositas dan lain-lain (Anna dkk, 200).
Butir-butir yang paling kecil adalah butir liat, diikuti
oleh butir debu (silt),
pasir, dan kerikil. Selain itu, ada juga tanah yang
terdiri dari batu-batu. Tekstur tanah dikatakan baik apabila komposisi antara
pasir, debu dan liatnya hampir seimbang. Tanah seperti ini disebut tanah
lempung. Semakin halus butir-butir tanah (semakin banyak butir liatnya), maka
semakin kuat tanah tersebut memegang air dan unsur hara. Tanah yang kandungan
liatnya terlalu tinggi akan sulit diolah, apalagi bila tanah tersebut basah
maka akan menjadi lengket. Tanah jenis ini akan sulit melewatkan air sehingga
bila tanahnya datar akan cenderung tergenang dan pada tanah berlereng erosinya
akan tinggi. Tanah dengan butir-butir yang terlalu kasar (pasir) tidak dapat
menahan air dan unsur hara. Dengan demikian tanaman yang tumbuh padatanah jenis
ini mudah mengalami kekeringan dan kekurangan hara (Anonim3, 2009).
Segitiga tekstur merupakan suatu diagram untuk menentukan
kelas-kelas tekstur tanah. ada 12 kelas tekstur tanah yang dibedakan oleh
jumlah persentase ketiga fraksi tanah tersebut. misalkan hasil analisis lab
menyatakan bahwa persentase pasir (X) 32%, liat (Y) 42% dan debu (Z) 26%,
berdasarkan diagram segitiga tekstur maka tanah tersebut masuk kedalam golongan
tanah bertekstur. seandainya hasil analisis lab menunjukkan persentase pasir
35%, liat 21% dan debu 44% (Anonim2, 2009).
Pembagian
Ukuran Fraksi-Fraksi Tanah ( Tekstur) Menurut Sistem Departemen Pertanian
Amerika Serikat (USDA) Tahun 1938
Partikel
|
Diameter fraksi (mm)
|
Pasir sangat kasar (Very
coarse sand)
|
2,00 – 1,00
|
Pasir kasar (Coarse
sand)
|
1,00 – 0,50
|
Pasir sedang (medium
sand)
|
0,50 – 0,25
|
Pasir halus (fine sand)
|
0,25 – 0,10
|
Pasir sangat halus (very
fine sand)
|
0,10 – 0,05
|
Debu (silt)
|
0,05 – 0,002
|
Liat (Clay)
|
Kurang dari 0,002
|
Tabel
Tekstur Tanah (Saefudin, 1989)
Klasifikasi Tekstur Tanah menurut USDA
|
|
1.
|
Liat (Clay)
|
2.
|
Liat Berdebu (Silty Clay)
|
3.
|
Liat Berpasir (Sandy Clay)
|
4.
|
Lempung Liat berdebu (silty Clat Loam)
|
5.
|
Lempung berliat (Clay Loam)
|
6.
|
Lempung (loam)
|
7.
|
Lempung liat berpasir (sandy clay loam)
|
8.
|
Lempung berpasir (sandy lam)
|
9.
|
Lempung berapasir (sandy loam)
|
10.
|
Debu (silt)
|
11.
|
Pasir Berlempung (loamy sang)
|
12.
|
Pasir (sand)
|
Untuk
menentukan rentang ukuran partikel tanah yang biasanya dinyatakan dalam
prosentase dari berat kering total dilakukan analisis secara mekanis
(mechanical analysis). Ada dua metode yang umum digunakan untuk memberikan
informasi ukuran partikel tanah, yaitu : (1) analisis saringan (sieving
analysis), dan (2) analisis pengendapan (sedimentation atau hydrometer
analysis). Analisis saringan biasanya digunakan untuk tanah berbutir kasar,
sedangkan prosedur pengendapan digunakan untuk analisis tanah berbutir halus
(Anonim2, 2009).
METODE
PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum
ini dilaksanakan pada tanggal 1 - 15 Desember 2012 di Laboratorium Fisika dan
Kimia Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru.
Alat dan Bahan
Alat
Alat yang digunakan adalah cawan aluminium, oven, labu ukur, timbangan, ring, ayakan, lempengan seng, oven
ring sampel, alat penampungan, pipa penghubung berbentuk U, buiret pencatat
volume air, stopwatch.
Adapun
alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
1.
Gelas Ukur
2.
Timbangan
3.
Ring sampel
4.
Bor tanah
5.
Pacul/ cangkul
6.
Meteran/ penggaris
7.
Alat-alat laboratorium
8.
Alat tulis
Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam
praktikum ini adalah :
1.
Tanah terusik (kelompok 1 dan 3), dan
tanah tidak terusik (kelompok 2)
2.
Aquades
3.
H2O2
Prosedur
Kerja
a.
Tanah Kering Mutlak (TKM)
Prosedur kerjanya adalah sebagai berikut:
1.
Timbang cawan aluminium kemudian masukkan sekitar 5
gram tanah kering udara.
2.
Catat berat cawan + tanah (mc +TL).
3.
Keringkan cawan + tanah dalam oven dengan suhu 1050 C
selama 24 jam.
4.
Keluarkan cawan + tanah dari oven dan diamkan
beberapa saat hingga dingin, kemudian timbang (mc + TK).
5.
Hitung nilai tanah kering mutlak dan fk berdasarkan
rumus :
TKM
= (mc + TK)/ (mc + TL)
fk = 1/
TKM
b.
Partikel Density (PD)
1.
Menimbang labu ukur 25 ml (mL),
kemudian isi labu dengan air bebas ion hingga miniskus cembung dan timbang (mLA)
2.
Mengosongkan labu dan
keringkan. Setelah kering, mengisi labu dengan sekitar 5 gr tanah dan timbang
(mLT)
3.
Menambahkan sekitar 10 ml
air bebas ion, kemudian labu dipanaskan untuk menghilangkan udara yang
terperangkap. Setelah selesai, mengisi labu dengan air hingga batas miniskus
dan timbang (mLTA)
4.
Menghitung nilai Partikel Density berdasarkan
rumus :
PD =
Dimana : = x TKM
=
c.
Agregat Mantap Air
1.
Timbang tanah
sebanyak 5 gram yang berukuran 1 - 2 mm, kemudian masukkan ke dalam tabung
reaksi.
2.
Tambahkan 10 ml air bebas ion dan diamkan selama 24
jam.
3.
Masukkan tabung reaksi + tanah pada instrument ellutriasi yang telah
memiliki aliran yang konstan (4,16 cm/dtk) kemudian dioven selama 24 jam
setelah itu timbang beratnya (mE1).
4.
Tambahkan 5 ml H2O2 ke dalam
tabung reaksi dan diamkan selama 10 menit, setelah itu masukkan lagi pada
rangkaian ellutriasi lalu oven selama 24 jam dan timbang (mE2).
5.
Hitung agregat
mantap air dengan rumus :
AMA =
d.
Permeabilitas
1.
Ring sampel direndam dalam alat penampungan
kira-kira 3 hari atau setelah terjadi aliran konstan.
2.
Pengukuran dimulai setelah pipa penghubung berbentuk
U dipasang antara air yang ada dipermukaan ring sampel dengan biuret pencatat
volume air.
3.
Catat waktu yang diperlukan agar volume aliran
mencapai volume tertentu.
4.
Hitung permeabilitas dengan rumus
K =
x x
Dimana : K = Permeabilitas (cm/jam)
Q = Volume (cm3)
t = Waktu (jam)
L = Tinggi ring (cm)
A = Luas p[ermukaan silinder ring (cm2)
=
π x r2
h = Beda tinggi muka air (cm)
e.
Air Kapasitas Lapang
1. Menimbang ring (mr)
2. Merendam ring dan tanaha agar menjadi jenuh, kemudian diletakkan
pada ayakan selama 2 hari untuk mengeluarkan air di dalam ring secara gravitasi
3. Meletakkan
ring dan tanah lembab pada lempengan seng (ms), kemudian menimbang
(mrstk)
4.
Menghitung air kapasitas lapang dengan rumus :
AKL = 100 x
f.
Bulk Density (BD)
1.
Timbang ring (mr) dan hitung
volume ringnya (Vr)
2.
Ring dan tanah lembab diletakkan pada
lempengan seng (ms)
3.
Di oven dengan suhu konstan 105˚ C
swlama 24 jam
4.
Setelah pengoven berakhir, dinginkan
ring tanah dan seng lalu timbang dalam keadaan kering (mrstk)
5.
Hitung
Bulk Density dengan rumus :
BD
= (mrtsk – mr – ms) / Vr
Dimana
: Vr = π x r2 x t
g. Tekstur
Metode Pipet
1. Timbang
20 gr tanah kering udara kemudian masukkan kedalam gelas beaker.
2. Tambahkan
20 ml H2O2 secara bertahap sambil digoyang-goyang
memutar. Jaga agar tanah tidak keluar dari gelas beaker dengan menambahkan air
bebas mineral dan diamkan selama 24 jam.
3. Masukkan
suspense tanah kedalam mixer dan tambahkan 20 ml peptisator lalu aduk selama 5
menit.
4. Masukkan
fraksi pasir kedalam cawan aluminium yang telah diketahui beratnya sedangkan
suspense yang lolos dimasukkan kedalam gelas ukur 1000 ml kemudian ditambahkan
air bebas mineral hingga 1 liter.
5. Kocok
suspensi tanah pada gelas ukur secara turun naik dengan pengaduk.
6. Pemipetan
pertama dilakukan 4 menit setelah pengocokkan dengan kedalaman pipet 10 cm
(debu+liat) masukkan kedalam cawan aluminium yang telah diketahui beratnya.
7. Pemipetan
kedua dilakukan 6 jam setelah pengocokkan dengan kedalaman pipet 10 cm (liat)
masukkan kedalam cawan aluminium yang telah diketahui beratnya.
8. Seluruh
cawan yang telah dimasukkan berbagai fraksi dioven dengan suhu 1050C
selama 24 jam. Setelah selesai timbang beratnya.
9. Hitung
tekstur tanah dengan rumus :
Tekstur pasir =
(P/P+D+L)x100
Tekstur Liat =
(L/P+D+L)x100
Tekstur Debu =
(D/P+D+L)x100
Metode Hydrometer
1. Timbang
50 gr tanha kering udara kemudian masukkan kedalam gelas beaker.
2. Tambahkan
100 ml peptilisator lalu diamkan selama 24 jam.
3. Kocok tanah dengan menggunakan mixer selama 5 menit.
4. Saring suspense tanah dengan menggunakan ayakan 50 mikron
untuk memisahkan fraksi pasir dengan debu+liat.
5. Masukkan fraksi pasir kedalam cawan aluminium yang telah
diketahui beratnya sedangkan suspensi yang lolos dimasukkan kedalam gelas ukur
1000 ml kemudian ditambahkan air bebas mineral hingga 1 liter.
6. Kocok suspensi tanah pada gelas ukur secara turun naik
dengan pengaduk.
7. Pengukuran dengan hydrometer
dilakukan 4 jam setelah pengocokkan, catat skala hydrometer dari
tiang yang mengapung.
8. Lakukan pula kegiatan terhadap blanko dengan mengukur
skala hydrometer dari larutan 100 ml peptilisator + 900 ml air bebas mineral
pada gelas ukur yang lain. Catat skala hydrometernya.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Hasil
Praktikum yang telah
dilaksanakan memperoleh hasil, yaitu :
Tabel 1. Hasil Pengamatan Tanah Tering Mutlak (TKM)
Kelompok
|
Kode
|
mc + TL (gr)
|
mc + TK (gr)
|
TKM (g)
|
1
|
0-20
|
8,53
|
8,39
|
0,984
|
20-40
|
7,24
|
7,01
|
0,968
|
|
2
|
0-20
|
7,39
|
7,05
|
0,953
|
20-40
|
7,15
|
7,02
|
0,981
|
|
3
|
0-20
|
8,36
|
7,80
|
0,933
|
20-40
|
8,16
|
7,78
|
0,953
|
Tabel 2. Hasil Pengamatan Particle Density (PD)
Kelompok
|
Kode
|
mL(gr)
|
mLA(gr)
|
mLT(gr)
|
mT(gr)
|
mLTA(gr)
|
PD (gr/cm3)
|
1
|
0-20
|
17,75
|
39,71
|
22,77
|
5,02
|
44,73
|
1,2764
|
20-40
|
18,91
|
40,97
|
23,92
|
5,01
|
45,98
|
1,733
|
|
2
|
0-20
|
17,51
|
39,2
|
22,56
|
5,05
|
44,25
|
1,01
|
20-40
|
18,98
|
40,76
|
23,99
|
5,01
|
45,77
|
4,713
|
|
3
|
0-20
|
19,27
|
43,73
|
24,28
|
5,01
|
46,39
|
1,976
|
20-40
|
17,31
|
43,73
|
22,31
|
5,03
|
44,55
|
1,139
|
Tabel 3.
Hasil Pengamatan Agregat Kemantapan Air
Kelompok
|
Kode
|
mE1 (gr)
|
mE2 (gr)
|
AMA (%)
|
1
|
0 – 20
|
23,19
|
21,83
|
27,65
|
20-40
|
24,36
|
23,05
|
27,06
|
|
2
|
0 – 20
|
26,64
|
24,60
|
42,81
|
20-40
|
22,86
|
20,40
|
50,15
|
|
3
|
0 – 20
|
24,33
|
22,80
|
32,80
|
20-40
|
23,52
|
21,30
|
46,60
|
Tabel 4. Hasil Pengamatan Permeabilitas Tanah Pada Kedalaman
0-20 cm dan 20-40 cm
Kelompok
|
Kode
|
Q (cm3)
|
t (dtk)
|
L (cm)
|
A (cm2)
|
h (cm)
|
K (cm/dtk)
|
1
|
P1
|
100
|
165,32
|
4,8
|
19,625
|
0,2
|
0,74
|
P2
|
100
|
24,96
|
4,65
|
19,625
|
0,35
|
2,7
|
|
P3
|
100
|
36,87
|
4,75
|
19,625
|
0,25
|
2,6
|
|
2
|
R1
|
100
|
48,55
|
4,9
|
19,625
|
0,1
|
5,14
|
R2
|
100
|
49,49
|
4,2
|
19,625
|
0,8
|
0,53
|
|
R3
|
100
|
52,78
|
4,2
|
19,625
|
0,8
|
0,497
|
|
3
|
H1
|
100
|
63,51
|
3,4
|
19,625
|
1,6
|
0,16
|
H2
|
100
|
160,72
|
4,65
|
19,625
|
0,35
|
0,41
|
|
H3
|
100
|
56,53
|
4,5
|
19,625
|
0,5
|
0,79
|
Tabel 5. Hasil Pengamatan Air Kapasitas Lapang (AKL)
Kelompok
|
Kode
|
mrtsl (gr)
|
mr (gr)
|
ms (gr)
|
mrtsk (gr)
|
AKL (%)
|
1
|
P1
|
250,31
|
60,75
|
7,50
|
230,52
|
12,20
|
P2
|
260,71
|
58,25
|
7,06
|
235,11
|
15,08
|
|
P3
|
285,75
|
78,9
|
6,82
|
252,21
|
20,14
|
|
2
|
R1
|
307,49
|
117,56
|
7,14
|
270,30
|
25,5
|
R2
|
251,71
|
77,33
|
6,36
|
220,10
|
22,8
|
|
R3
|
270,14
|
114,88
|
8,14
|
240,10
|
25,66
|
|
3
|
H1
|
236,39
|
70,69
|
7,06
|
236,71
|
12,92
|
H2
|
238,85
|
70,07
|
6,91
|
217,95
|
14,82
|
|
H3
|
259,72
|
71,30
|
10,51
|
236,71
|
14,85
|
Tabel 6. Hasil Pengamatan Bulk Density (BD) Tanah Pada Kedalaman
0-20 cm dan 20-40 cm
Kelompok
|
Kode
|
Mgelas
|
Dring
|
Ttanah
|
Mtanah+gelas
|
BD (gr/cm3)
|
1
|
P1
|
3,07
|
5
|
4,80
|
138,71
|
1,440
|
P2
|
3,34
|
5
|
4,65
|
142,46
|
1,524
|
|
P3
|
3,29
|
5
|
4,75
|
136,67
|
1,431
|
|
2
|
R1
|
3,30
|
5
|
5
|
142,30
|
1,417
|
R2
|
3,25
|
5
|
4,2
|
139,52
|
1,653
|
|
R3
|
3,20
|
5
|
5,2
|
121,92
|
1,163
|
|
3
|
H1
|
3,29
|
5
|
5,5
|
116,71
|
1,05
|
H2
|
3,34
|
5
|
5,15
|
115,30
|
1,108
|
|
H3
|
3,18
|
5
|
5,85
|
118,60
|
1,005
|
Tabel 7.
Hasil Pengamatan Tekstur
Kel.
|
kode
|
Fraksi Pasir
|
Fraksi Liat
Debu
|
Fraksi Liat
|
Debu
|
Tekstur
|
Kelas
|
||||||||
C+P
|
C
|
P
|
DL+C
|
C
|
DL
|
L+C
|
C
|
L
|
DL-L
|
P
|
L
|
D
|
|||
1
|
0-20
|
10,30
|
3,40
|
6,9
|
6,87
|
3,39
|
3,48
|
6,69
|
3,30
|
3,39
|
0,09
|
66,47
|
32,66
|
0,87
|
LLP
|
20-40
|
10,31
|
3,48
|
6,83
|
6,77
|
3,34
|
3,43
|
6,73
|
3,33
|
3,40
|
0,03
|
66,57
|
33,14
|
0,29
|
LLP
|
|
2
|
0-20
|
7,27
|
3,18
|
4,09
|
2,02
|
2,05
|
-0,03
|
2,40
|
2,38
|
0,02
|
-0,01
|
101
|
1,49
|
0,76
|
PASIR
|
20-40
|
7,91
|
3,07
|
4,84
|
2,45
|
2,42
|
0,03
|
2,48
|
2,45
|
0,03
|
0
|
99,38
|
0,61
|
0
|
PASIR
|
|
3
|
0-20
|
10,85
|
3,42
|
7,43
|
6,96
|
3,50
|
3,46
|
6,78
|
3,78
|
3,40
|
0,06
|
68,22
|
31,22
|
0,55
|
LLP
|
20-40
|
10,41
|
3,46
|
6,95
|
7,22
|
3,75
|
3,47
|
7,07
|
3,62
|
3,45
|
0,02
|
66,70
|
33,11
|
0,19
|
LLP
|
Pembahasan
Pada praktikum fisika yang telah
dilakukan di laboratorium fisika dan kimia tanah terdapat data nilai yang
berbeda antar kelompok, satu, dua dan tiga. Adapun dari hasil percobaan di atas
pada percobaan pengamatan tanah kering mutlak dimana dari hasil yang di peroleh
nilai yang tidak jauh berbeda antara kelompok, dimana perbedaan tersebut di
sebabkan pengambilan tanahnya di lakukan di lain tempat yang berbeda. Percobaan
tanah kering mutlak ini di gunakan sebagai faktor koreksi (fk) dalam penetapan
analisa fisika, dimana faktor koreksi dimaksudkan untuk mendapatkan nilai
sebenarnya yang di dasarkan pada tanah dalam keadaan tanah kering mutlak (150o
C) dengan mengkoreksi kandungan air pada saat penimbangan awal.
Setelah nilai tanah kering mutlak di
peroleh maka dapat menghitung berbagai pengamatan seperti pengamatan particle
density (PD) dimana hasil yang di peroleh pada pengamatan tersebut menunjukan porositas tanah. Distribusi, kontinuitas pori menentukan aliran air dan
udara. Persen pori 50% merupakan kondisi ideal tanah dimana setengahnya makro
pori untuk meneruskan air karena adanya gravitasi dan setengahnya mikropori
untuk menahan air dari tarikan gravitasi. Tanah mineral normalnya 30-60%. Apabila nilai (PD) besar maka porositas
tanahnya jelek dimana aliran air terlau cepat sehingga tanah cepat kekeringan.
Dari hasil pengamatan nilai (PD) yang tinggi yaitu pada kelompok 2 dari
pengamatan 20-40 pada kedalaman tanahnya.
Untuk
pengamatan permebialitas tanah yang di ukur adalah kecepatan air yang mengalir melalui tanah atau kemampuan tanah
untuk melewatkan air dan udara dalam waktu tertentu, dimana apabila hasil
permeabilitasnya kurang dari 0,1 maka permeabilitasnya sangat rendah dan
apabila nilainya 0,1-2,0 maka permeabilatasnya agak rendah sedangkan apabila
nilainya 2,0-6,0 maka permeabilitasnya sedang dan jika nilanya 6,0 - 12,5
permeabilitasnya cepat. Dari hasil
pengamatan yang diperoleh banyak terdapat hasil yang menunjukan di bawah nilai 2,0
maka tanah tersebut mempunyai permeabilitas yang jelek, karena tanah tersebut tidak dapat menyerap air dengan
baik, sehingga tanah dapat tergenang apabila terjadi hujan lebat. Sedangkan
dari hasil yang diperoleh terdapat nilai antara 2,0 sampai 6,0 hal ini
menunjukan bahwa tanah tersebut baik, karena tanah tersebut dapat menahan air yang
cukup dan melewatkan air yang cukup sehingga tanah tersebut apabila terdapat
hujan lebat tidak menimbulkan genangan yang terlalu lama yang dapat merugikan
dalam bidang pertanian.
Untuk
pengamatan air kapasitas lapang yang di ukur adalah ketahan suatu air yang
dapat bertahan setelah tanah jenuh dengan air, dimana apabila air kapasitas
lapangnya besar maka tanah tersebut dapat menahan air dengan baik apabila
mengalami kekeringan. Dari hasil pengamatan yang diperoleh pada pengamatan
tanah rumput (R) lebih baik air kapasitas lapangnya di banding pada pengamatan
percobaan pada tanah dibawah pohon (P) dengan tanah hutan (H), karena hasil
yang diperoleh pada tanah rumput lebih besar di banding dengan tanah di bawah
pohon dengan tanah hutan.
Untuk pengamatan Bulk Density (BD) untuk mengukur kepadatan tanah. Makin padat
suatu tanah makin tinggi bulk density, yang berarti makin sulit meneruskan air
atau ditembus akar tanaman. (BD)
tanah yang ideal yaitu berkisar antar 1,3 – 1,35 g/cm3. (BD) pada
tanah berkisar >1,65 g/cm3 untuk tanah berpasir, sedangkan pada
kisaran 1,0-1,6 g/cm3 pada tanah geluh yang mengandung BO tanah
sedang-tinggi. Dari hasil pengamatan
yang di peroleh menunjukan pada tanah di bawah hutan (H) di peroleh nilai lebih
dari 1,65 g/cm3 , sehingga tanah tersebut terdapat pasir yang banyak
dan tanahnya padat sehingga sulit di tembus oleh akar tanaman. Adapun pada
tanah hutan (H) di peroleh nilai pada kisaran 1,0-1,6 g/cm3, hal ini
menunjukan bahwa tanah tersebut masih mempunyai bahan organik yang tinggi
sehingga tanah tidak padat di banding tanah yang mengandung pasir yang tinggi.
Untuk pengamatan tekstur tanah yang di ukur adalah
tingkat kehalusan tanah yang terjadi karena terdapatnya perbedaan komposisi
kandungan fraksi pasir, debu dan liat yang terkandung pada tanah. Tekstur tanah
dikatakan baik apabila komposisi antara pasir, debu dan liatnya hampir
seimbang. Tanah seperti ini disebut tanah lempung. Semakin halus butir-butir
tanah (semakin banyak butir liatnya), maka semakin kuat tanah tersebut memegang
air dan unsur hara. Tanah yang kandungan liatnya terlalu tinggi akan sulit
diolah, apalagi bila tanah tersebut basah maka akan menjadi lengket. Tanah
jenis ini akan sulit melewatkan air sehingga bila tanahnya datar akan cenderung
tergenang dan pada tanah berlereng erosinya akan tinggi. Tanah dengan
butir-butir yang terlalu kasar (pasir) tidak dapat menahan air dan unsur hara.
Dengan demikian tanaman yang tumbuh padatanah jenis ini mudah mengalami
kekeringan dan kekurangan hara. Dari
pengamatan yang di peroleh tanah yang bertekstur baik yaitu pada kelompok 1 dan
kelompok 3 yang mempunyai tekstur lempung liat berpasir di banding kelompok 2
yang mempunyai tekstur pasir yang dapat memudahkan larutnya unsur hara.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.
Percobaan tanah kering mutlak ini di
gunakan sebagai faktor koreksi (fk) dalam penetapan analisa fisika, dimana
faktor koreksi dimaksudkan untuk mendapatkan nilai sebenarnya yang di dasarkan
pada tanah dalam keadaan tanah kering mutlak (150o C) dengan
mengkoreksi kandungan air pada saat penimbangan awal.
2.
Apabila
nilai (PD) besar maka porositas tanahnya jelek dimana aliran air terlau cepat
sehingga tanah cepat kekeringan. Dari hasil pengamatan nilai (PD) yang tinggi
yaitu pada kelompok 2 dari pengamatan 20-40 pada kedalaman tanahnya.
3.
Dari
pengamatan permeabilitas tanah hasil yang diperoleh terdapat nilai antara 2,0
sampai 6,0 hal ini menunjukan bahwa tanah tersebut baik, karena tanah tersebut
dapat menahan air yang cukup dan melewatkan air yang cukup sehingga tanah
tersebut apabila terdapat hujan lebat tidak menimbulkan genangan yang terlalu
lama yang dapat merugikan dalam bidang pertanian.
4.
Pada
pengamatan tanah rumput (R) lebih baik air kapasitas lapangnya di banding pada
pengamatan percobaan pada tanah dibawah pohon (P) dengan tanah hutan (H),
karena hasil yang diperoleh pada tanah rumput lebih besar di banding dengan
tanah di bawah pohon dengan tanah hutan.
5.
Bulk Density tanah yang ideal yaitu berkisar antar 1,3 – 1,35 g/cm3. (BD)
pada tanah berkisar >1,65 g/cm3 untuk tanah berpasir, sedangkan
pada kisaran 1,0-1,6 g/cm3 pada tanah geluh yang mengandung BO tanah
sedang-tinggi.
6.
Dari
pengamatan yang di peroleh tanah yang bertekstur baik yaitu pada kelompok 1 dan
kelompok 3 yang mempunyai tekstur lempung liat berpasir di banding kelompok 2
yang mempunyai tekstur pasir yang dapat memudahkan larutnya unsur hara.
Saran
Saran yang dapat di berikan agar semua praktikan bisa
bekerja sama dengan baik serta dapat menguasai materi percobaan, cermat dan
juga teliti sehingga mendapatkan hasil yang akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Arif. 2005. Pengaruh Pemberian Bahan Organik (Bokashi)
terhadap Agregat Mantap Air, Nilai Cole dan Batas Alterberg Tanah Ultisol. Fakultas
Pertanian Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.
Allen. 1998. Crop Evapotranspiration; Guidelines for
Computing Crop Water Requirements. Irrigation and Drainage Paper 56. FAO.
Rome.
Anna, dkk. 2000. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Anonim1. 2009. Tanah gambut. http://aryapersada.com/transportation/gambut-extremely-low-bearing-capacity. Diakses pada
tanggal 28 Desember 2009.
Anonim2 2009. Tekstur Tanah. http://bangjen.dagdigdug.com/2009/08/23/tekstur-tanah/. Diakses pada tanggal 25 Desember 2009.
Doorenbos, R.J. 1976. Agrometeorological Field Station Irrigation
and Drainage Paper no 27. FAO. Rome.
Ettinger. 1960. Laporan
Tahunan Balitra tahun 1996/1997. Balai Penelitian Tanaman Rawa.
Banjar Baru.
Fadhly. 1997. Keragaan pemupukan N, P, K, dan S pada tanaman jagung di Sulsel. Dalam:
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Balitjas. Maros. p.478-489.
Foth, Henry D.
1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hadjowigeno, M.Sc, Pof. Ir. H. Sarwono. 2003. Ilmu Tanah. Akademik Pressindo,
Jakarta.
Hanafiah,
K. A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Harjowigeno,
Sarwono. 1995. Ilmu Tanah. Akademika
Pressindo, Jakarta.
Hasanuddin. 1990. Efisiensi pemupukan pada padi dan palawija. Puslitbangtan. Bogor. 23p.
Ifansyah, Hairil.
2008. Modul Dasar-Dasar Ilmu Tanah.
Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.
Mahajan dan Walker. 1978. Budi daya tanaman jagung. Dalam: Jagung. Subandi et al. (Eds.).
Puslibangtan. Bogor. p. 49-66.
Morris.
1987. The importance and need for sulfur
in crop production in Asia and the
Pacific Region. In Proceding of Symposium on
Fertilizer,
Sulphur Requrements and Sources in Developing Countries
of Asia
and Pacific. Bangkok.
Murdiyarso, Daniel. 1991. Hubungan Air Tanaman; Kapita Selekta Dalam
Agrometeorologi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Murhan. 1995. Kajian Agregat Mantap Air dan Kandungan Air
Kapasitas Lapang Tanah Podsolik di Desa Kalaan Kecamatan Aranio Kabupaten
Banjar. Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.
Narang. 2009. Bahan Organik. Http://google.co.id/
156-bahan-organik.html. Diakses pada tanggal 27 Desember 2009.
Ningsih. 1998. Efektifitas pemupukan P dari TSP dan SP36
pada tanaman jagung di lahan pasang surut sulfat masam. Dalam: Prosiding
Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Balitjas. Maros.p.450 - 456.
Nugroho, Bagus W. 2008. Struktur Tanah. Http://google.co.id/STRUKTUR
TANAH « Bwn123’s Weblog.htm. Diakses pada tanggal 27 Desember 2009.
Raes, D. 1988. Irrigation Schedulling Information Sistem.
Katholike Universiteit Leuven. Leuven.
Rimba, Perwira. 2005. Permeabilitas
Profil Tanah. http://rimbaraya.blogspot.com Diakses pada tanggal 23 Desember 2009.
Sanchez, Pedro A.
1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika.
ITB, Bandung.
Sander. 1988. Teknologi produksi jagung. Dalam: Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Balitjas. Maros.
p.137-158.
Sarief,
S. 1989. Fisika-Kimia Tanah Pertanian.
Pustaka Buana, Jakarta.
Sarief, Saifuddin. 1985. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana, Bandung.
Sasrodarsono, S. 1978. Hidrologi Untuk Pengairan. PT. Pradnya
Paramita. Jakarta.
Subandi, A.F. 2006. Penggunaan pupuk Phosmag plus untuk tanaman
jagung. Risalah Penelitian Jagung dan Serealia Lain. 3:15-22.
Turyanti, Ana. 1995. Sebaran Indeks Kekeringan Wilayah Jawa Barat.
Skripsi. Jurusan Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB. Bogor.
Usman. 1996. Analisis Kepekaan Beberapa Metode Pendugaan
Evapotranspirasi Terhadap Perubahan Iklim. Tesis. Program Pasca Sarjana
IPB. Bogor.
Yanwar, M.
J. P. 2003. Teknik Irigasi Permukaan.
Diktat Kuliah. Program Studi Teknik Pendayagunaan Lahan dan Air. Fateta. IPB.
Zadry. 1984. Evaluasi Terhadap Kekeringan Bagi Landras
Padi Gogo. Tesis. Pasca Sarjana. IPB
Zupakhina. 1990. Hara tanaman jagung. Dalam:Jagung. Subandi et al.
(Eds.). Puslitbangtan. Bogor. p. 49-66.
|
|