CLOCK

Jumat, 11 Januari 2013

LAPORAN FISIKA



LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA TANAH













Oleh :
KELOMPOK 3
AKHMAD KAMAL
(E1A209052)







PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
MINAT ILMU TANAH DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2013
 




PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanah merupakan suatu sistem mekanik yang bersifat sangat kompleks yang terdiri dari tiga fase (komponen) yaitu bahan-bahan padat, cair, dan gas. Komponen padatan yang hampir menempati 50% volume tanah. Sebagian besar terdiri dari  mineral dan lainnya bahan organik yang tersebar tidak teratur dan berhubungan serta tersusun dalam suatu pola geometri yang rumit, dan sulit untuk dijelaskan. Sisa volume selebihnya merupakan ruang yang perbandingannya selalu bervariasi menurut musim dan pengelolaan tanah. Beberapa bagian bahan padatan tersusun dari partikel berbentuk Kristal, sedang yang lain berbentuk gel yang tidak teratur dan mampu menyelimuti partikel berbentuk Kristal dan merubah sifat dari bahan padatannya. 
Fisika tanah adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat-sifat fisik tanah. Hal ini penting dipelajari karena pertumbuhan tanaman yang baik tidak hanya tergantung pada tersedianya unsure hara yang cukup dan seimbang tetapi juga harus ditunjang dengan keadaan fisik yang baik. Tanaman tidak hanya membutuhkan unsure hara sebagai makanannya tetapi juga memerlukan sifat-sifat fisik yang baik guna menjamin ketersediaan air, udara, dan panas. Misalnya tanah yang subur tetapi kekurangan air maka porositasnya rendah, tanah yang kaya akan unsure hara tetapi sulit diserap oleh tanaman.
Dengan mengkaji fisika tanah maka kita dapat memberikan keterangan tentang dasar-dasar fisika tanah, mengenal pengaruh-pengaruh fisika tanah terhadap pertumbuhan tanaman, mengetahui bagaimana kondisi fisik tanah dapat mempengaruhi guna kepentingan umat manusia, mengembangkan pengetahuan cara kerja beberapa metode dan peralatan yang digunakan dalam penelitian fisika tanah, mempelajari cara penggunaan fisika tanah dalam menilai tanah.
 Dengan mengetahui fisika tanah maka kita tahu bagaimana kemampuan tanah menyimpan air, aerase dimana apabila ukurannya kecil maka udaranya sedikit, penyerapan unsure hara, menilai kandungan c organic atau kesuburan, menilai kandungan mineral, menilai kesesuaian lahan, drainase dan irigasi, penetrasi akar, factor pembeda horizon tanah, sebagai penentu klasifikasi tanah, menilai kesesuaian lahan, menilai kemampuan lahan, dan sebagai tingkat penentu erosi.
Fisika tanah juga memiliki kaitan dalam menentukan kekuatan dan daya dukung lahan dimana dapat dilihat dari rumus berikut ini :
M =
Dimana: M = matang atau mentah                  M < 0,7 = matang
                                                                        M > 0,7 = mentah
A = air lapang
R = debu + pasir
L = liat
H = bahan organik
Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui nilai tanah kering mutlak (TKM), partikel density (PD), agregat mantap air, permeabilitas, air kapasitas lapang, bulk density (BD), dan tekstur  pada sampel tanah yang digunakan.
TINJAUAN PUSTAKA
Pada kondisi kering, konsistensi tanah dibedakan berdasarkan tingkat kekerasan tanah. Konsistensi kering dinilai dalam rentang lunak sampai keras, yaitu meliputi: lepas, lunak, agak keras, keras, sangat keras, dan ekstrim keras.
 Cara penetapan konsistensi untuk kondisi kering ditentukan dengan meremas segumpal tanah. Apabila gumpalan tanah sukar hancur dengan cara remasan tersebut maka tanah dinyatakan berkonsistensi teguh untuk kondisi lembab atau keras untuk kondisi kering.
Penetapan konsistensi tanah pada kondisi kadar air tanah kering udara, ini dibagi 6 kategori sebagai berikut:
  1. Lepas (Nilai 0): yaitu dicirikan butir-butir tanah mudah dipisah-pisah atau tanah tidak melekat satu sama lain (misalnya tanah bertekstur pasir).
  2. Lunak (Nilai 1): yaitu dicirikan gumpalan tanah mudah hancur bila diremas atau tanah berkohesi lemah dan rapuh, sehingga jika ditekan sedikit saja akan mudah hancur.
  3. Agar Keras (Nilai 2): yaitu dicirikan gumpalan tanah baru akan hancur jika diberi tekanan pada remasan atau jika hanya mendapat tekanan jari-jari tangan saja belum mampu menghancurkan gumpalan tanah.
  4. Keras (Nilai 3): yaitu dicirikan dengan makin susah untuk menekan gumpalan tanah dan makin sulitnya gumpalan untuk hancur atau makin diperlukannya tekanan yang lebih kuat untuk dapat menghancurkan gumpalan tanah.
5.      Sangat  Keras  (Nilai 4): yaitu  dicirikan  dengan  diperlukan  tekanan yang
lebih kuat lagi untuk dapat menghancurkan gumpalan tanah atau gumpalan tanah makin sangat sulit ditekan dan sangat sulit untuk hancur.
  1. Sangat Keras Sekali / Luar Biasa Keras (Nilai 5): yaitu dicirikan dengan diperlukannya tekanan yang sangat besar sekali agar dapat menghancurkan gumpalan tanah atau gumpalan tanah baru bisa hancur dengan menggunakan alat bantu (pemukul).
Pada umumnya lahan kering masam didominasi oleh tanah Ultisol, yang dicirikan oleh kapasitas tukar kation (KTK) dan kemampuan memegang/menyimpan air yang rendah, tetapi kadar Al dan Mn tinggi. Oleh karena itu, kesuburan tanah Ultisol sering kali hanya ditentukan oleh kadar bahan organik pada lapisan atas, dan bila lapisan ini tererosi maka tanah menjadi miskin hara dan bahan organik. Di samping itu, kekahatan fosfor merupakan salah satu kendala terpenting bagi usaha tani di lahan masam. Hal ini karena sebagian besar koloid dan mineral tanah yang terkandung dalam tanah Ultisol mempunyai kemampuan menyemat fosfat cukup tinggi, sehingga sebagian besar fosfat dalam keadaan tersemat oleh Al dan Fe, tidak tersedia bagi tanaman maupun biota tanah.
Berat jenis partikel (BJ) atau  particle density adalah ukuran kerapatan zarah-zarah tanah yang merupakan perbandingan antara berat partikel tanah dengan volume partikel tanah, diukur dengan piknometer (Mahajan dan Walker, 1978).
Kecenderungan bahwa density batubara bernilai minimum pada kandungan karbon 85%. Sebagai contoh, karbon batubara 50-55% akan memiliki densiti sekitar 1,5 g/cm 3, dan cenderung berkurang hingga 1,3 g/cm 3 untuk batubara mengandung 85% karbon diikuti dengan peningkatan 1,8 g/cm 3 untuk batubara dengan kandungan karbon 87%. Sebagai pembanding, densitas graphite (2,25 g/cm 3) juga mengikuti kecenderungan ini (Zhupakhina, 1990).
Walaupun variasi densitas tidak begitu besar, umumnya densitas untuk maseral (memilki kandungan karbon yang sama) adalah exinite < vitrinite < micrinite (Ettinger, 1960).
Padatan yang porous seperti batubara, memiliki tiga perbedaan dalam pengukuran densitasnya; true density, particle density, dan apparent density (Sander, 1988).
Apparent density batubara dapat dilakukan dengan cara membenamkan sampel batubara di dalam cairan dan kemudian mengukur cairan yang terpindahkan. Untuk prosedur ini, cairan harus: (1) membasahi permukaan batubara, (2) tidak ada absorbsi yang kuat pada permukaan, (3) tidak menyebabkan pengembangan, dan (4) menetrasi pori batubara (Fadhly, 1997).
True density batubara ditentukan dengan menggunakan prisip pemindahan helium. Helium baik digunakan sebab dapat menetrasi pori-pori sampel batubara tanpa menyebabkan interaksi secara kimiawi (Subandi, 2006).
Partikel Density (PD) adalah berat padatan tanah (solid, without pore) dibagi dengan volumenya (solid, without pore). PD kebanyakan tanah adalah 2,6-2,7 g/cm3. Kepadatan padatan (solid) tanah mendekati kepadatan kuarsa (2,6 gr/cm3) karena kebanyakan mineral tanah adalah mineral silikat. Adanya besi dan mineral berat lainnya (seperti olivin) cenderung meningkatkan PD (Hasanuddin, 1990).
Bulk Density (BD) : berat padatan (pada kering konstan) dibagi total volume (padatan+pori). BD tanah yang ideal berkisar antar 1,3 – 1,35 g/cm3. BD pada tanah berkisar >1,65 g/cm3 untuk tanah berpasir; 1,0-1,6 g/cm3 pada tanah geluh yang mengandung BO tanah sedang-tinggi. BD mungkin lebih kecil dari 1 g/cm3 pada tanah dengan kandungan BO tinggi. BD sangat bervariasi antar horizon tergantung pada tipe dan derajad aggregasi, tekstur dan BO tanah. Bulk Density sangat sensitif terhadap pengolahan tanah. Tillage benar, BD turun dan sebaliknya (Morris, 1987).
Partikel Density (PD) dan Bulk Density (BD) ini berhubungan dengan porositas tanah. Distribusi, kontinuitas pori menentukan aliran air dan udara. Persen pori 50% merupakan kondisi ideal tanah dimana setengahnya makro pori untuk meneruskan air karena adanya gravitasi dan setengahnya mikropori untuk menahan air dari tarikan gravitasi. Tanah mineral normalnya 30-60%. Jumlah pori ditentukan oleh tekstur dan tipe lempungnya. Porositas (%) = (1-BD/PD) x 100% (Ningsih, 1998).
Mekanisme pembentukan agregat dapat terjadi secara biologi, kimia dan fisika. Semua mekanisme tersebut tidak bekerja sendiri-sendiri, tetapi saling bekerja sama dalam membentuk agregat (Abidin, 2005).
Secara biologi, pembentukan agregat tanah dipengaruhi oleh mikroorganisme yang ada dakam tanah. Tanah-tanah yang kaya akan bahan organic diketahui dapat digranulasi dengan baik. Pembentukan agregat tanah terjadi karena tenaga mekanis dari sel-sel mikroorganik atau miselia dan pengaruh produk dekomposisi. Fungi dan aktinomycetes mengikat secara organik dengan bantuan miselianya, sementara itu bakteri mengikat partikel-partikel dan gum yang dihasilkan (Abidin, 2005).

Secara  kimia  pembentukan  agregat dapat terjadi melalui interaksi kation-
kation dapat tukar pada partikel liat dan aksi perekatan dari bahan koloid anorganik. Pembentukan agregat menyangkut interaksikation-kation dapat tukar pada partikel liat dan air dalam pori-pori tanah. Partikel liat yang bermuatan negative ini dikelilingi oleh lapisan ganda listrik (electrical double layer) yang terdiri dari kation yang terikat dan kation yang mobil. Molekul air yang berorientasi antara butir liat membangun rantai yang mengikat kuat butir koloid. Hubungan ikatan menyertakan kation-kation. Penguapan air tanah akan menarik rapat butiran liat. Apabila koloid mengalami dehidrasi lebih lanjut butiran koloid tanah akan melekat satu sama lainnya menjadi agregat (Abidin, 2005).
Flokulasi penting artinya dalam pembentukan agregat, faktor-faktor yang menyebabkan terbentuknya agregat adalah :
1.       Kandungan liat dan ion-ion yang dapat dipert ukarkan pada proses pembentukan agregat, liat bertindak sebagai semen dan mampu mengembang serta mengkerut bila kelembaban berubah. Pada umumnya ion Ca, Mg dan K mempunyai daya flokulasi terhadap liat, sedangkan ion H dan Na dapat mempeptisasi liat.
2.       Semen-semen organik adalah sesgueoksida membentuk koloid tidak balik (irreversible) atau koloid lambat balik, sehingga membentuk agregat yang stabil terhadap air, garam-garam mendorong flokulasi, CaCO2 yang mengendap sekitar akar dapat berlaku sebagai semen.
3.       Semen-semen anorganik adalah senyawa-senyawa komplek dengan ion-ion logam merupakan bahan perekat yang penting pada pembentukan agregat.
4.       Tanaman dan residu tanaman adalah bulu-bulu akar membuat partikel melekat bersama. Tajuk tanaman dan residunya menjaga agar tanah tertutup dan melindunginya dari perubahan temperatur yang tinggi dan tiba-tiba, perubahan kelembaban serta tumbukan tetesan air hujan.
5.       Binatang-binatang adalah sebagian besar humus merupakan produk metabolisme dari binatang-binatang kecilseperti cacing tanah, laba-laba, kutu, nematode dan serangga lainnya.
6.       Mikroba-mikroba adalah benang-benang misellium, fungi, aktinomicetes dan bahan-bahan  yang dikeluarkan bakteri akan mengikat partikel tanah secara bersama (Abidin, 2005).
Stabilitas atau kemantapan agregat tanah penting diketahui untuk mengatasi masalah erosi karena tanah-tanah yang mantap akan tahan terhadap proses disagregasi, yaitu penghancuran agregat-agregat tanah akibat tumbukan butir-butir hujan. Pada umumnya tanah yang sering terendam air mempunyai agregat yang lebih mantap dibandingkan dengan tanah yang tidak tergenang. Hal ini karena pada waktu keadaan jenuh air terjadi peristiwa reduksi sehingga ion-ion bivalen larut setelah tanah kering terjadi keadaan oksidasi, yaitu timbul peristiwa yang mengubah Fe2+ menjadi Fe3+, dan mengendap menjadi Fe (OH)3 (Murhan, 1995).
Kemantapan agregat menunjukkan ketahanan agregat tanah terhadap pengaruh-pengaruh pengrusakan oleh air dan manipulasi mekanik. Air dapat merusak agregat karena hantaman butiran hujan yang jatuh. Manipulasi mekanik pada tanah terutama karena melakukan pengolahan tanah pada kandungan air yang tidak tepatsehingga akan menghancurkan agregat (Sarief, 1985).
Tiga kelompok bahan organik koloid dalam tanah yang terpenting sebagai bahan penyemen (cementing agent) adalah: (a) mineral-mineral liat, (b) oksida-oksida besi dan mangan yang bersifat koloid, dan (c) bahan organik koloid (Murhan, 1995).
Bahan-bahan organik yang terkandung dalam tanah tersebut biasanya berasal dari dedaunan dan ranting-ranting pohon yang jatuh ke tanah, serta bekas-bekas tanaman dan hewan yang telah mati. Komponen-komponen tersebut selanjutnya akan dikomposisikan oleh mikrobia atau mikroorganisme yang ada di dalam tanah. Dan pada akhirnya terbentuklah bahan organik (BO) yang berupa lapisan humus. Bahan-bahan organik inilah yang akan menjadi semen alami dalam merekatkan partikel-partikel tanah hingga terbentuk agregat-agregat tanah yang mantap. Jika hal yang demikian terjadi maka tanah akan menjadi mejadi lebih kuat dan tahan terhadap tumbukan air pada saat hujan.
Kemantapan agregat tanah yang tinggi akan dapat meningkatkan porositas tanah. Tanah yang mempunyai porositas yang tinggi biasanya memiliki kapasitas infiltrasi yang tinggi pula. Karena banyaknya pori menyebabkan air yang berada diatas peremukaan tanah menjadi lebih cepat merembas ke bawah permukaan tanah. Dan tingginya kapasitas infiltrasi inilah yang nantinya akan menurunkan volume limpasan permukaan, yang merupakan penyebab utama erosi tanah di daerah hulu (Anonim, 2009).
Bahan organik merupakan pembentuk granulasi dalam tanah dan sangat penting dalam pembentukan agregat tanah yang stabil. Bahan organik adalah bahan pemantap agregat tanah yang tiada taranya. Melalui penambahan bahan organik, tanah yang tadinya berat menjadi berstruktur remah yang relatif lebih ringan. Menurut Arsyad (1989) peranan bahan organik dalam pembentukan agregat yang stabil terjadi karena mudahnya tanah membentuk kompleks dengan bahan organik. Hai ini berlangsung melalui mekanisme:
·         Penambahan bahan organik dapat meningkatkan populasi mikroorganisme tanah, diantaranya jamur dan cendawan, karena bahan organik digunakan oleh mikroorganisme tanah sebagai penyusun tubuh dan sumber energinya. Miselia atau hifa cendawan tersebut mampu meny atukan butir tanah menjadi agregat, sedangkan bakteri berfungsi seperti semen yang menyatukan agregat.
·         Peningkatan secara fisik butir-butir prima oleh miselia jamur dan aktinomisetes. Dengan cara ini pembentukan struktur tanpa adanya fraksi liat dapat terjadi dalam tanah.
·         Peningkatan secara kimia butir-butir liat melalui ikatan bagian-bagian pada senyawa organik yang berbentuk rantai panjang.
·         Peningkatan secara kimia butir-butir liat melalui ikatan antar bagian negatif liat dengan bagian negatif (karbosil) dari senyawa organik dengan perantara basa dan ikatan hidrogen.
·         Peningkatan secara kimia butir-butir liat melalui ikatan antara bagian negatif liat dan bagian positf dari senyawa organik berbentuk rantai polimer (Narang, 2009).
Faktor yang mempengaruhi pembentukan agregat adalah sebagai berikut :
1.      Bahan Induk
Variasi penyusun tanah tersebut mempengaruhi pembentukan agregat-agregat tanah serta kemantapan yang terbentuk. Kandungan liat menentukan dalam pembentukan agregat, karena liat berfungsi sebagai pengikat yang diabsorbsi pada permukaan butiran pasir dan setelah dihidrasi tingkat reversiblenya sangat lambat. Kandungan liat > 30% akan berpengaruh terhadap agregasi, sedangakan kandungan liat < 30% tidak berpengaruh terhadap agregasi.
2.      Bahan organik tanah
Bahan organik tanah merupakan bahan pengikat setelah mengalami pencucian. Pencucian tersebut dipercepat dengan adanya organisme tanah. Sehingga bahan organik dan organisme di dalam tanah saling berhubungan erat.
3.      Tanaman
Tanaman pada suatu wilayah dapat membantu pembentukan agregat yang mantap. Akar tanaman dapat menembus tanah dan membentuk celah-celah. Disamping itu dengan adanya tekanan akar, maka butir-butir tanah semakin melekat dan padat. Selain itu celah-celah tersebut dapat terbentuk dari air yang diserp oleh tnaman tesebut.
4.      Organisme tanah
Organisme tanah dapat mempercepat terbentuknya agregat. Selain itu juga mampu berperan langsung dengan membuat lubang dan menggemburkna tanaman.Secara tidak langsung merombak sisa-sisa tanaman yang setelah dipergunakan akan dikeluarlan lagi menjadi bahan pengikat tanah.



5.      Waktu
Waktu menentukan semua faktor pembentuk tanah berjalan. Semakin lama waktu berjalan, maka agregat yang terbentuk pada tanah tersebut semakin mantap.
6.      Iklim
Iklim berpengaruh terhadap proses pengeringan, pembasahan, pembekuan, pencairan. Iklim merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan agregat tanah (Nugroho, 2008).
Permeabilitas tanah adalah ukuran kecepatan air atau udara yang mengalir melalui tanah atau kemampuan tanah untuk melewatkan air dan udara dalam waktu tertentu (Ifansyah, 2008).
Permeabilitas berbanding lurus dengan porositas aerase dan berbanding terbalik dengan porositas kapiler. Permeabilitas biasanya diukur dengan laju arus air melalui tanah (kondisi jenuh air) dalam jangka waktu tertentu dan biasanya dinyatakan dalam cm/jam (Ifansyah, 2008).
Kriteria permeabilitas tanah yang diukur dengan laju gerak air melalui contoh tanah jenuh air pada tekanan hidrostatik 1 cm air.
Permeabilitas (cm/jam)
Kelas
< 0,1
0,1 - 0,5
0,5 - 2,0
2,0 - 6,0
6,0 – 12,5
12,5 – 25,5
>25,5
Sangat rendah
Rendah
Agak rendah
Sedang
Agak cepat
Cepat
Sangat cepat

Laju awal peresapan air bergantung pada kadar kelengasan tanah. Misalnya apabila 30 cm lapisan atas tanah ultisol mengandung 40 % H2O (0,08 bar) laju peresapannya adalah 38 cm/jam. Angka itu menurun menjadi setengahnya apabila kadar kelengasan  meningkat  menjadi  44 %  (0,04 bar)   dan  turun  lagi  menjadi  30 cm/jam. Apabila tanah itu pada dasarnya jenuh dengan 50 %  H2O (0,06 bar). Pada umumnya laju peresapan awal adalah rata-rata 20 cm/jam dalam ultisol lempungan, oxisol pasiran dan oxisol lempungan (Sanchez, 1992).
            Pori-pori tanah adalah bagian yang tidak terisi bahan padat tanah (terisi udara dan air). Pori-pori tanah dapat dibedakan menjadi pori-pori kasar (makro pore) dan pori-pori halus (mikro pore). Pori-pori kasar berisi udara atau air gravitasi (air yang mudah hilang karena gaya gravitasi), sedangkan tanah-tanah pasir mempunyai pori-pori kasar lebih banyak daripada tanah liat. Tanah dengan banyak pori-pori kasar sulit menahan air sehingga tanaman mudah kekeringan. Tanah-tanah liat mempunyai pori-pori total lebih tinggi dari pada pasir (Hardjowigeno, 1995).
Air pada sebuah  pipa  kapiler  tidak  bergerak  atau  keluar,  sebab  gaya  tarik-menariknya lebih besar dari pada gaya tarik gravitasi. Sebagai akibatnya suatu substansi dapat menjadi sangat porous dan belum begitu sangat permeable terhadap air. Pada tube atau pipa yang besar (dengan ukuran bukan kapiler) gerakan airnya bervariasi berkekuatan sebesar seperempat radiusnya. Oleh karenanya, bila diameter pipanya didua kali lipatkan, kecepatan aliran naik 16 kali (24), sebab molekul-molekul air diadsorbsi lebih kuat kepermukaan tanah seperti pada gelas, ukuran pori merupakan hal yang sangat penting dengan  memperhatikan  aliran atau gerakan air kedalam (infiltrasi) dan menembus (perkolasi) tanah. Sebaliknya peristiwa yang tidak nyata antara partikel-partikel tanah dan udara berakibat dalam pergerakan udara merupakan hubungan yang utama dengan pori tanah kosong (tidak terhadap ukuran pori) dan kepada kontinyuitas ruang-ruang pori (Foth, 1998).
Permeabilitas   merupakan  kemudahan  cairan,  gas  dan  akar   menembus
tanah. Permeabilitas tanah untuk air merupakan konduktivitas hidraulik. Berbagai macam kelas-kelas konduktivitas hidraulik untuk getaran vertikal diketahui dalam tanah jenuh air. Berikut kelas-kelas konduktivitas hidraulik
Konduktivitas jenis
Kelas
Mikrometer per menit
cm/jam
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Agak rendah
Rendah
Sangat rendah
>100
10-100
1-10
0,1-1
0,01-0,1
<0,01
>36
3,6-36
0,36-3,6
0,036-0,36
0,0036-0,036
<0,0036

Permeabilitas intrinsik suatu akifer bergantung pada porositas efektif batuan dan bahan tak terkonsolidasi, dan ruang bebas yang diciptakan oleh patahan dan larutan. Porositas efektif ditentukan oleh distribusi ukuran butiran, bentuk dan kekasaran masing-masing partikel dan susunan gabungannya, tetapi karena sifat-sifat ini jarang seragam, konduktivitas hidrolik suatu akifer yang berkembang dibatasi oleh permeabilitas lapisan-lapisan atau masing-maisng zone, dan mungkin bervariasi cukup besar tergantung pada arah gerakan air (Rimba, 2005).
Air merupakan bagian terbesar dari jaringan tumbuhan. Tersedianya air pada suatu lahan akan menentukan cocok atau tidaknya suatu daerah untuk pertanian suatu jenis tanaman. Air yang dibutuhkan tanaman harus dalam jumlah optimum, tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang. Oleh karena itu dalam merencanakan suatu kegiatan pertanian air merupakan faktor pertimbangan utama. Untuk mencapai tujuan tersebut maka informasi mengenai status air pada suatu lahan pertanian yang akan ditanami sangat diperlukan. Curah hujan, evapotranspirasi dan sifat fisik tanah, melalui analisis air lahan akan menentukan periode surplus dan difisit air tanah. Sehingga dengan mengetahui periode surplus dan defisit air tanah maka dapat diatur periode tanam. Kerugian pertanian akibat faktor ketersediaan air dapat diminimumkan. Air adalah bahan yang paling penting untuk kelangsungan kehidupan di permukaan bumi. Secara ekologi maupun fisiologi air telah menentukan penyebaran pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Murdiyarso, 1991).
Kebutuhan air tanaman sebagai tinggi air yang dibutuhkan untuk mengimbangi kehilangan air melalui evapotranspirasi tanaman sehat, tumbuh di lahan yang luas pada kondisi air tanah dan kesuburan tanah tidak dalam keadaan terbatas serta dapat mencapai produksi potensial pada lingkungan pertumbuhannya (Doorenbos, 1976).
Kebutuhan air disebut juga evapotranspirasi. Dengan mengabaikan jumlah air yang digunakan dalam kegiatan metabolisme maka evapotranspirasi dapat disamakan dengan kebutuhan air tanaman (Sasrodarsono, 1978).
Penurunan kandungan air pada tanaman akibat cekaman air akan menyebabkan hilangnya tekanan turgor, layu, terhentinya perbesaran sel, penutupan stomata dan penurunan laju fotosintesis. Jika hal ini terus berlanjut akan menyebabkan kematian bagi tanaman karena protoplasma tanaman akan hancur (Murdiyarso, 1991).
Namuco dan Ingram (1989) dalam Turyanti (1995) mengatakan bahwa stress lingkungan, terutama air dan suhu, menyebabkan perubahan yang menggangu kandungan air dalam biji dan menghasilkan penyusutan biji, pemudaran, perusakan pematangan sehingga kualitas biji/bulir menurun. Penurunan hasil produksi akan bergantung pada tingkat, lama dan intensitas stress air yang dialami oleh tanaman dalam suatu periode pertumbuhannya. Periode kering yang disertai oleh tidak adanya air efektif sehingga kedalaman tanah satu meter akan menyebabkan penurunan hasil hingga nol.
De Datta (1971) dalam Zadry (1984) melaporkan bahwa untuk tanaman padi keadaan air tanah yang optimum untuk mencapai produksi yang tinggi adalah antara kapasitas menahan air maksimum dengan kapasitas lapang. Bila tegangan air tanah kurang dari kapasitas lapang, maka produksi akan turun.
Kandungan air tanah antara kapasitas lapang dan titik layu permanen disebut total air tanah tersedia (TAW, Total Available Water). Titik kritis adalah batas minimum air tersedia yang dipertahankan agar tidak habis mengering diserap tanaman hingga mencapai titik layu permanen. Titik kritis ini berbeda untuk berbagai jenis tanaman, tanah, iklim serta diperoleh berdasarkan penelitian di lapangan (Benami dan Offen, 1984 dalam Yanwar, 2003).
Kandungan air antara kapasitas lapang dan titik kritis disebut RAW (Readily Available Water). Perbandingan antara RAW dengan total air tanah yang tersedia dipengaruhi oleh iklim, evapotranspirasi, tanah, jenis tanaman dan tingkat pertumbuhan tanaman (Raes,1988).
Martinez Cab dan Cuenca (1992) dalam Usman (1996) menyatakan bahwa evaluasi secara kuantitatif terhadap evapotranspirasi dibutuhkan untuk menyelesaikan berbagai masalah yang berkaitan dengan sumber-sumber alam, termasuk didalamnya studi keseimbangan hidrologi, pengelolaan sumber daya air, dan penyesuaian lingkungan.
Evapotranspirasi adalah kombinasi dari dua proses yaitu proses kehilangan air pada permukaan tanah disebut evaporasi dan proses kehilangan air dari tanaman. Selama air tersedia, evapotranspirasi akan berlangsung pada laju maksimum yang mungkin dan hanya tergantung pada jumlah energi yang tersedia  (Allen,1998).
Nieuwolt (1977) dalam Usman (1966) menyatakan bahwa evapotranspirasi dikendalikan oleh tiga kondisi, yaitu kapasitas udara untuk menampung lebih banyak uap air, jumlah energi yang tersedia dan digunakan dalam proses evaporasi dan transpirasi sebagai bahan laten, dan derajat turbulensi atmosfer bagian bawah yang dibutuhkan untuk memindahkan lapisan udara yang telah jenuh dengan uap air dekat permukaan dan menggantinya dengan udara yang belum jenuh.
Bulk density merupakan petunjuk kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah makin tinggi bulk density, yang berarti makin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Pada umumnya bulk density berkisar dari 1,1-1,6 g/cc. Beberapa jenis tanah mempunyai bulk density kurang dari 0,90 g/cc (misalnya tanah Andisol), bahkan ada yang kurang dari 0,10 g/cc (misalnya tanah gambut) (Hardjowigeno, 2003).
Bulk density penting untuk menghitung kebutuhan pupuk atau air untuk tiap-tiap hektar tanah, yang didasarkan pada berat tanah per hektar (Hardjowigeno, 2003).
Kerapatan   massa   adalah   bobot     massa  tanah  kondisi  lapangan  yang
dikeringovenkan per satuan volume. Nilai kerapatan massa tanah berbanding lurus dengan tingkat kekasaran partikel-partikel tanah, makin kasar akan makin berat. Tanah lapisan atas yang bertekstur liat dan berstruktur granuler mempunyai BI antara 1.0-1.3 g/cm-3, sedangkan yang bertekstur kasar berBI antara 1.3-1.8 g/cm-3. BI air= 1 g/cm3=1 ton/m3 (Hanafiah, 2005).
Nilai bobot isi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pengolahan tanah, bahan organik, pemadatan oleh alat-alat pertanian, tekstur, struktur, dan kandungan air tanah. Nilai ini banyak dipergunakan dalam perhitungan-perhitungan seperti dalam penentuan kebutuhan air irigasi, pemupukan, pengolahan tanah, dan lain-lain (Sarief, 1989).
Bulk Density (BD) : berat padatan (pada kering konstan) dibagi total volume (padatan+pori)   
Berat tanah kering (gr)
Volume tanah
 
     Bulk density   = 
-          BD tanah yang ideal berkisar antar 1,3 – 1,35 g/cm3.
-          BD pada tanah berkisar >1,65 g/cm3 untuk tanah berpasir; 1,0-1,6 g/cm3 pada tanah geluh yang mengandung BO tanah sedang-tinggi
-          BD mungkin lebih kecil dari 1 g/cm3 pada tanah dengan kandungan BO tinggi
-          BD sangat bervariasi antar horizon tergantung pada tipe dan derajad aggregasi, tekstur dan BO tanah. Bulk Density sangat sensitif terhadap pengolahan tanah. Tillage benar, BD turun dan sebaliknya (Sarief, 1989).
Bulk Density dan Kandungan Gas Tanah Gambut
Cenderung sangat rendah dan bervariasi, tergantung pada kandungan material organiknya yang dicerminkan pada spesifik gravity, kandungan air, derajat kejenuhan dan perbandingan ruang antar serat (void ratio) (Sarief, 1989).
Berat isi tanah merupakan salah satu sifat fisik tanah yang sering ditetapkan karena berkaitan erat dengan perhitungan penetapan sifat-sifat fisik tanah lainnya, seperti retensi air (pF), ruang pori total (RPT), coefficient of linier extensibility (COLE), dan kadar air tanah. Data sifat-sifat fisik tanah tersebut diperlukan dalam perhitungan penambahan kebutuhan air, pupuk, kapur, dan pembenah tanah pada satuan luas tanah sampai kedalaman tertentu. Berat isi tanah juga erat kaitannya dengan tingkat kepadatan tanah dan kemampuan akar tanaman menembus tanah (Sarief, 1989).
Menurut Lembaga Penelitian Tanah (1979), definisi berat isi tanah adalah berat tanah utuh (undisturbed) dalam keadaan kering dibagi dengan volume tanah, dinyatakan dalam g/cm3 (g/cc). Nilai berat isi tanah sangat bervariasi antara satu titik dengan titik lainnya karena perbedaan kandungan bahan organik, tekstur tanah, kedalaman tanah, jenis fauna tanah, dan kadar air tanah (Sarief, 1989).
Tekstur tanah adalah keadaan tingkat kehalusan tanah yang terjadi karena terdapatnya perbedaan komposisi kandungan fraksi pasir, debu dan liat yang terkandung pada tanah (Badan Pertanahan Nasional). dari ketiga jenis fraksi tersebut partikel pasir mempunyai ukuran diameter paling besar yaitu 2 - 0.05 mm, debu dengan ukuran 0.05 - 0.002 mm dan liat dengan ukuran < 0.002 mm (penggolongan berdasarkan USDA). Keadaan tekstur tanah sangat berpengaruh terhadap keadaan sifat-sifat tanah yang lain seperti struktur tanah, permeabilitas tanah, porositas dan lain-lain (Anna dkk, 200).
Butir-butir yang paling kecil adalah butir liat, diikuti oleh butir debu (silt),
pasir, dan kerikil. Selain itu, ada juga tanah yang terdiri dari batu-batu. Tekstur tanah dikatakan baik apabila komposisi antara pasir, debu dan liatnya hampir seimbang. Tanah seperti ini disebut tanah lempung. Semakin halus butir-butir tanah (semakin banyak butir liatnya), maka semakin kuat tanah tersebut memegang air dan unsur hara. Tanah yang kandungan liatnya terlalu tinggi akan sulit diolah, apalagi bila tanah tersebut basah maka akan menjadi lengket. Tanah jenis ini akan sulit melewatkan air sehingga bila tanahnya datar akan cenderung tergenang dan pada tanah berlereng erosinya akan tinggi. Tanah dengan butir-butir yang terlalu kasar (pasir) tidak dapat menahan air dan unsur hara. Dengan demikian tanaman yang tumbuh padatanah jenis ini mudah mengalami kekeringan dan kekurangan hara (Anonim3, 2009).
Segitiga tekstur merupakan suatu diagram untuk menentukan kelas-kelas tekstur tanah. ada 12 kelas tekstur tanah yang dibedakan oleh jumlah persentase ketiga fraksi tanah tersebut. misalkan hasil analisis lab menyatakan bahwa persentase pasir (X) 32%, liat (Y) 42% dan debu (Z) 26%, berdasarkan diagram segitiga tekstur maka tanah tersebut masuk kedalam golongan tanah bertekstur. seandainya hasil analisis lab menunjukkan persentase pasir 35%, liat 21% dan debu 44% (Anonim2, 2009).
Pembagian Ukuran Fraksi-Fraksi Tanah ( Tekstur) Menurut Sistem Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) Tahun 1938
Partikel
Diameter fraksi (mm)
Pasir sangat kasar (Very coarse sand)
2,00 – 1,00
Pasir kasar (Coarse sand)
1,00 – 0,50
Pasir sedang (medium sand)
0,50 – 0,25
Pasir halus (fine sand)
0,25 – 0,10
Pasir sangat halus (very fine sand)
0,10 – 0,05
Debu (silt)
0,05 – 0,002
Liat (Clay)
Kurang dari 0,002
Tabel Tekstur Tanah (Saefudin, 1989)
Klasifikasi Tekstur Tanah menurut USDA
1.
Liat (Clay)
2.
Liat Berdebu (Silty Clay)
3.
Liat Berpasir (Sandy Clay)
4.
Lempung Liat berdebu (silty Clat Loam)
5.
Lempung berliat (Clay Loam)
6.
Lempung (loam)
7.
Lempung liat berpasir (sandy clay loam)
8.
Lempung berpasir (sandy lam)
9.
Lempung berapasir (sandy loam)
10.
Debu (silt)
11.
Pasir Berlempung (loamy sang)
12.
Pasir (sand)

Untuk menentukan rentang ukuran partikel tanah yang biasanya dinyatakan dalam prosentase dari berat kering total dilakukan analisis secara mekanis (mechanical analysis). Ada dua metode yang umum digunakan untuk memberikan informasi ukuran partikel tanah, yaitu : (1) analisis saringan (sieving analysis), dan (2) analisis pengendapan (sedimentation atau hydrometer analysis). Analisis saringan biasanya digunakan untuk tanah berbutir kasar, sedangkan prosedur pengendapan digunakan untuk analisis tanah berbutir halus (Anonim2, 2009).



















METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 1 - 15 Desember 2012 di Laboratorium Fisika dan Kimia Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru.
Alat  dan Bahan
Alat
Alat yang digunakan adalah cawan aluminium, oven, labu ukur, timbangan, ring, ayakan, lempengan seng, oven ring sampel, alat penampungan, pipa penghubung berbentuk U, buiret pencatat volume air, stopwatch.
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
1.      Gelas Ukur
2.      Timbangan
3.      Ring sampel
4.      Bor tanah
5.      Pacul/ cangkul
6.      Meteran/ penggaris
7.      Alat-alat laboratorium
8.      Alat tulis



Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
1.      Tanah terusik (kelompok 1 dan 3), dan tanah tidak terusik (kelompok 2)
2.      Aquades
3.      H2O2
Prosedur Kerja
a.      Tanah Kering Mutlak (TKM)
Prosedur kerjanya adalah sebagai berikut:
1.      Timbang cawan aluminium kemudian masukkan sekitar 5 gram tanah kering udara.
2.      Catat berat cawan + tanah (mc +TL).
3.      Keringkan cawan + tanah dalam oven dengan suhu 1050 C selama 24 jam.
4.      Keluarkan cawan + tanah dari oven dan diamkan beberapa saat hingga dingin, kemudian timbang (mc + TK).
5.      Hitung nilai tanah kering mutlak dan fk berdasarkan rumus :
TKM = (mc + TK)/ (mc + TL)
fk       = 1/ TKM
b.      Partikel Density (PD)
1.      Menimbang labu ukur 25 ml (mL), kemudian isi labu dengan air bebas ion hingga miniskus cembung dan timbang (mLA)
2.      Mengosongkan labu dan keringkan. Setelah kering, mengisi labu dengan sekitar 5 gr tanah dan timbang (mLT)
3.      Menambahkan sekitar 10 ml air bebas ion, kemudian labu dipanaskan untuk menghilangkan udara yang terperangkap. Setelah selesai, mengisi labu dengan air hingga batas miniskus dan timbang (mLTA)
4.      Menghitung nilai Partikel Density berdasarkan rumus :
PD =  
Dimana :  =  x TKM
  =
c.       Agregat Mantap Air
1.      Timbang tanah sebanyak 5 gram yang berukuran 1 - 2 mm, kemudian masukkan ke dalam tabung reaksi.
2.      Tambahkan 10 ml air bebas ion dan diamkan selama 24 jam.
3.      Masukkan tabung reaksi  +  tanah pada instrument ellutriasi yang telah memiliki aliran yang konstan (4,16 cm/dtk) kemudian dioven selama 24 jam setelah itu timbang beratnya (mE1).
4.      Tambahkan 5 ml H2O2 ke dalam tabung reaksi dan diamkan selama 10 menit, setelah itu masukkan lagi pada rangkaian ellutriasi lalu oven selama 24 jam dan timbang (mE2).
5.      Hitung agregat mantap air dengan rumus :
AMA   =   
d.      Permeabilitas
1.      Ring sampel direndam dalam alat penampungan kira-kira 3 hari atau setelah terjadi aliran konstan.
2.      Pengukuran dimulai setelah pipa penghubung berbentuk U dipasang antara air yang ada dipermukaan ring sampel dengan biuret pencatat volume air.
3.      Catat waktu yang diperlukan agar volume aliran mencapai volume tertentu.
4.      Hitung permeabilitas dengan rumus
               K         =  x   x
Dimana :          K   =  Permeabilitas     (cm/jam)
                           Q   =  Volume             (cm3)
                           t     =  Waktu               (jam)
                           L    =  Tinggi ring        (cm)
                           A   =  Luas p[ermukaan silinder ring  (cm2)
                                 =  π x r2
h     =  Beda tinggi muka air   (cm)
e.       Air Kapasitas Lapang
1.      Menimbang ring (mr)
2.      Merendam ring dan tanaha agar menjadi jenuh, kemudian diletakkan pada ayakan selama 2 hari untuk mengeluarkan air di dalam ring secara gravitasi
3.      Meletakkan ring dan tanah lembab pada lempengan seng (ms), kemudian menimbang (mrstk)
4.      Menghitung air kapasitas lapang dengan rumus :
AKL = 100 x 

f.       Bulk Density (BD)
1.      Timbang ring (mr) dan hitung volume ringnya (Vr)
2.      Ring dan tanah lembab diletakkan pada lempengan seng (ms)
3.      Di oven dengan suhu konstan 105˚ C swlama 24 jam
4.      Setelah pengoven berakhir, dinginkan ring tanah dan seng lalu timbang dalam keadaan kering (mrstk)
5.      Hitung Bulk Density dengan rumus :
BD = (mrtsk – mr – ms) / Vr
Dimana :  Vr = π x r2 x t
g.      Tekstur
Metode Pipet
1.      Timbang 20 gr tanah kering udara kemudian masukkan kedalam gelas beaker.
2.      Tambahkan 20 ml H2O2 secara bertahap sambil digoyang-goyang memutar. Jaga agar tanah tidak keluar dari gelas beaker dengan menambahkan air bebas mineral dan diamkan selama 24 jam.
3.      Masukkan suspense tanah kedalam mixer dan tambahkan 20 ml peptisator lalu aduk selama 5 menit.
4.      Masukkan fraksi pasir kedalam cawan aluminium yang telah diketahui beratnya sedangkan suspense yang lolos dimasukkan kedalam gelas ukur 1000 ml kemudian ditambahkan air bebas mineral hingga 1 liter.
5.      Kocok suspensi tanah pada gelas ukur secara turun naik dengan pengaduk.
6.      Pemipetan pertama dilakukan 4 menit setelah pengocokkan dengan kedalaman pipet 10 cm (debu+liat) masukkan kedalam cawan aluminium yang telah diketahui beratnya.
7.      Pemipetan kedua dilakukan 6 jam setelah pengocokkan dengan kedalaman pipet 10 cm (liat) masukkan kedalam cawan aluminium yang telah diketahui beratnya.
8.      Seluruh cawan yang telah dimasukkan berbagai fraksi dioven dengan suhu 1050C selama 24 jam. Setelah selesai timbang beratnya.
9.      Hitung tekstur tanah dengan rumus :
Tekstur pasir                    = (P/P+D+L)x100
Tekstur Liat                     = (L/P+D+L)x100
Tekstur Debu                   = (D/P+D+L)x100
Metode Hydrometer
1.      Timbang 50 gr tanha kering udara kemudian masukkan kedalam gelas beaker.
2.      Tambahkan 100 ml peptilisator lalu diamkan selama 24 jam.
3.      Kocok tanah dengan menggunakan mixer selama 5 menit.
4.      Saring suspense tanah dengan menggunakan ayakan 50 mikron untuk memisahkan fraksi pasir dengan debu+liat.
5.      Masukkan fraksi pasir kedalam cawan aluminium yang telah diketahui beratnya sedangkan suspensi yang lolos dimasukkan kedalam gelas ukur 1000 ml kemudian ditambahkan air bebas mineral hingga 1 liter.
6.      Kocok suspensi tanah pada gelas ukur secara turun naik dengan pengaduk.
7.      Pengukuran  dengan  hydrometer   dilakukan 4 jam  setelah  pengocokkan, catat skala hydrometer dari tiang yang mengapung.
8.      Lakukan pula kegiatan terhadap blanko dengan mengukur skala hydrometer dari larutan 100 ml peptilisator + 900 ml air bebas mineral pada gelas ukur yang lain. Catat skala hydrometernya.



HASIL DAN  PEMBAHASAN
Hasil
Praktikum yang telah dilaksanakan memperoleh hasil, yaitu :
Tabel 1. Hasil Pengamatan Tanah Tering Mutlak (TKM)
Kelompok
Kode
mc + TL (gr)
mc + TK (gr)
TKM (g)
1
0-20
8,53
8,39
0,984
20-40
7,24
7,01
0,968
2
0-20
7,39
7,05
0,953
20-40
7,15
7,02
0,981
3
0-20
8,36
7,80
0,933
20-40
8,16
7,78
0,953

Tabel 2. Hasil Pengamatan Particle Density (PD)
Kelompok
Kode
mL(gr)
mLA(gr)
mLT(gr)
mT(gr)
mLTA(gr)
PD (gr/cm3)
1
0-20
17,75
39,71
22,77
5,02
44,73
1,2764
20-40
18,91
40,97
23,92
5,01
45,98
1,733
2
0-20
17,51
39,2
22,56
5,05
44,25
1,01
20-40
18,98
40,76
23,99
5,01
45,77
4,713
3
0-20
19,27
43,73
24,28
5,01
46,39
1,976
20-40
17,31
43,73
22,31
5,03
44,55
1,139

Tabel 3. Hasil Pengamatan Agregat Kemantapan Air
Kelompok
Kode
mE1 (gr)
mE2 (gr)
AMA (%)
1
0 – 20
23,19
21,83
27,65
20-40
24,36
23,05
27,06
2
0 – 20
26,64
24,60
42,81
20-40
22,86
20,40
50,15
3
0 – 20
24,33
22,80
32,80
20-40
23,52
21,30
46,60



Tabel 4.  Hasil Pengamatan Permeabilitas Tanah Pada Kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm
Kelompok
Kode
Q (cm3)
t (dtk)
L (cm)
A (cm2)
h (cm)
K (cm/dtk)
1
P1
100
165,32
4,8
19,625
0,2
0,74
P2
100
24,96
4,65
19,625
0,35
2,7
P3
100
36,87
4,75
19,625
0,25
2,6
2
R1
100
48,55
4,9
19,625
0,1
5,14
R2
100
49,49
4,2
19,625
0,8
0,53
R3
100
52,78
4,2
19,625
0,8
0,497
3
H1
100
63,51
3,4
19,625
1,6
0,16
H2
100
160,72
4,65
19,625
0,35
0,41
H3
100
56,53
4,5
19,625
0,5
0,79

Tabel 5. Hasil Pengamatan Air Kapasitas Lapang (AKL)
Kelompok
Kode
mrtsl (gr)
mr (gr)
ms (gr)
mrtsk (gr)
AKL (%)
1
P1
250,31
60,75
7,50
230,52
12,20
P2
260,71
58,25
7,06
235,11
15,08
P3
285,75
78,9
6,82
252,21
20,14
2
R1
307,49
117,56
7,14
270,30
25,5
R2
251,71
77,33
6,36
220,10
22,8
R3
270,14
114,88
8,14
240,10
25,66
3
H1
236,39
70,69
7,06
236,71
12,92
H2
238,85
70,07
6,91
217,95
14,82
H3
259,72
71,30
10,51
236,71
14,85


Tabel 6.  Hasil Pengamatan Bulk Density (BD) Tanah Pada Kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm
Kelompok
Kode
Mgelas
Dring
Ttanah
Mtanah+gelas
BD (gr/cm3)
1
P1
3,07
5
4,80
138,71
1,440
P2
3,34
5
4,65
142,46
1,524
P3
3,29
5
4,75
136,67
1,431
2
R1
3,30
5
5
142,30
1,417
R2
3,25
5
4,2
139,52
1,653
R3
3,20
5
5,2
121,92
1,163
3
H1
3,29
5
5,5
116,71
1,05
H2
3,34
5
5,15
115,30
1,108
H3
3,18
5
5,85
118,60
1,005




Tabel 7. Hasil Pengamatan Tekstur
Kel.
kode
Fraksi Pasir
Fraksi Liat Debu
Fraksi Liat
Debu
Tekstur
Kelas
C+P
C
P
DL+C
C
DL
L+C
C
L
DL-L
P
L
D
1
0-20
10,30
3,40
6,9
6,87
3,39
3,48
6,69
3,30
3,39
0,09
66,47
32,66
0,87
LLP
20-40
10,31
3,48
6,83
6,77
3,34
3,43
6,73
3,33
3,40
0,03
66,57
33,14
0,29
LLP
2
0-20
7,27
3,18
4,09
2,02
2,05
-0,03
2,40
2,38
0,02
-0,01
101
1,49
0,76
PASIR
20-40
7,91
3,07
4,84
2,45
2,42
0,03
2,48
2,45
0,03
0
99,38
0,61
0
PASIR
3
0-20
10,85
3,42
7,43
6,96
3,50
3,46
6,78
3,78
3,40
0,06
68,22
31,22
0,55
LLP
20-40
10,41
3,46
6,95
7,22
3,75
3,47
7,07
3,62
3,45
0,02
66,70
33,11
0,19
LLP


Pembahasan
            Pada praktikum fisika yang telah dilakukan di laboratorium fisika dan kimia tanah terdapat data nilai yang berbeda antar kelompok, satu, dua dan tiga. Adapun dari hasil percobaan di atas pada percobaan pengamatan tanah kering mutlak dimana dari hasil yang di peroleh nilai yang tidak jauh berbeda antara kelompok, dimana perbedaan tersebut di sebabkan pengambilan tanahnya di lakukan di lain tempat yang berbeda. Percobaan tanah kering mutlak ini di gunakan sebagai faktor koreksi (fk) dalam penetapan analisa fisika, dimana faktor koreksi dimaksudkan untuk mendapatkan nilai sebenarnya yang di dasarkan pada tanah dalam keadaan tanah kering mutlak (150o C) dengan mengkoreksi kandungan air pada saat penimbangan awal.
            Setelah nilai tanah kering mutlak di peroleh maka dapat menghitung berbagai pengamatan seperti pengamatan particle density (PD) dimana hasil yang di peroleh pada pengamatan tersebut menunjukan porositas tanah. Distribusi, kontinuitas pori menentukan aliran air dan udara. Persen pori 50% merupakan kondisi ideal tanah dimana setengahnya makro pori untuk meneruskan air karena adanya gravitasi dan setengahnya mikropori untuk menahan air dari tarikan gravitasi. Tanah mineral normalnya 30-60%.  Apabila nilai (PD) besar maka porositas tanahnya jelek dimana aliran air terlau cepat sehingga tanah cepat kekeringan. Dari hasil pengamatan nilai (PD) yang tinggi yaitu pada kelompok 2 dari pengamatan 20-40 pada kedalaman tanahnya.
            Untuk pengamatan permebialitas tanah yang di ukur adalah kecepatan air yang mengalir melalui tanah atau kemampuan tanah untuk melewatkan air dan udara dalam waktu tertentu, dimana apabila hasil permeabilitasnya kurang dari 0,1 maka permeabilitasnya sangat rendah dan apabila nilainya 0,1-2,0 maka permeabilatasnya agak rendah sedangkan apabila nilainya 2,0-6,0 maka permeabilitasnya sedang dan jika nilanya 6,0 - 12,5 permeabilitasnya cepat.  Dari hasil pengamatan yang diperoleh banyak terdapat hasil yang menunjukan di bawah nilai 2,0 maka tanah tersebut mempunyai permeabilitas yang jelek, karena tanah tersebut tidak dapat menyerap air dengan baik, sehingga tanah dapat tergenang apabila terjadi hujan lebat. Sedangkan dari hasil yang diperoleh terdapat nilai antara 2,0 sampai 6,0 hal ini menunjukan bahwa tanah tersebut baik, karena tanah tersebut dapat menahan air yang cukup dan melewatkan air yang cukup sehingga tanah tersebut apabila terdapat hujan lebat tidak menimbulkan genangan yang terlalu lama yang dapat merugikan dalam bidang pertanian.
            Untuk pengamatan air kapasitas lapang yang di ukur adalah ketahan suatu air yang dapat bertahan setelah tanah jenuh dengan air, dimana apabila air kapasitas lapangnya besar maka tanah tersebut dapat menahan air dengan baik apabila mengalami kekeringan. Dari hasil pengamatan yang diperoleh pada pengamatan tanah rumput (R) lebih baik air kapasitas lapangnya di banding pada pengamatan percobaan pada tanah dibawah pohon (P) dengan tanah hutan (H), karena hasil yang diperoleh pada tanah rumput lebih besar di banding dengan tanah di bawah pohon dengan tanah hutan.
Untuk pengamatan Bulk Density (BD) untuk mengukur kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah makin tinggi bulk density, yang berarti makin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman. (BD) tanah yang ideal yaitu berkisar antar 1,3 – 1,35 g/cm3. (BD) pada tanah berkisar >1,65 g/cm3 untuk tanah berpasir, sedangkan pada kisaran 1,0-1,6 g/cm3 pada tanah geluh yang mengandung BO tanah sedang-tinggi.  Dari hasil pengamatan yang di peroleh menunjukan pada tanah di bawah hutan (H) di peroleh nilai lebih dari 1,65 g/cm3 , sehingga tanah tersebut terdapat pasir yang banyak dan tanahnya padat sehingga sulit di tembus oleh akar tanaman. Adapun pada tanah hutan (H) di peroleh nilai pada kisaran 1,0-1,6 g/cm3, hal ini menunjukan bahwa tanah tersebut masih mempunyai bahan organik yang tinggi sehingga tanah tidak padat di banding tanah yang mengandung pasir yang tinggi.
Untuk pengamatan tekstur tanah yang di ukur adalah tingkat kehalusan tanah yang terjadi karena terdapatnya perbedaan komposisi kandungan fraksi pasir, debu dan liat yang terkandung pada tanah. Tekstur tanah dikatakan baik apabila komposisi antara pasir, debu dan liatnya hampir seimbang. Tanah seperti ini disebut tanah lempung. Semakin halus butir-butir tanah (semakin banyak butir liatnya), maka semakin kuat tanah tersebut memegang air dan unsur hara. Tanah yang kandungan liatnya terlalu tinggi akan sulit diolah, apalagi bila tanah tersebut basah maka akan menjadi lengket. Tanah jenis ini akan sulit melewatkan air sehingga bila tanahnya datar akan cenderung tergenang dan pada tanah berlereng erosinya akan tinggi. Tanah dengan butir-butir yang terlalu kasar (pasir) tidak dapat menahan air dan unsur hara. Dengan demikian tanaman yang tumbuh padatanah jenis ini mudah mengalami kekeringan dan kekurangan hara.  Dari pengamatan yang di peroleh tanah yang bertekstur baik yaitu pada kelompok 1 dan kelompok 3 yang mempunyai tekstur lempung liat berpasir di banding kelompok 2 yang mempunyai tekstur pasir yang dapat memudahkan larutnya unsur hara.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.      Percobaan tanah kering mutlak ini di gunakan sebagai faktor koreksi (fk) dalam penetapan analisa fisika, dimana faktor koreksi dimaksudkan untuk mendapatkan nilai sebenarnya yang di dasarkan pada tanah dalam keadaan tanah kering mutlak (150o C) dengan mengkoreksi kandungan air pada saat penimbangan awal.
2.      Apabila nilai (PD) besar maka porositas tanahnya jelek dimana aliran air terlau cepat sehingga tanah cepat kekeringan. Dari hasil pengamatan nilai (PD) yang tinggi yaitu pada kelompok 2 dari pengamatan 20-40 pada kedalaman tanahnya.
3.      Dari pengamatan permeabilitas tanah hasil yang diperoleh terdapat nilai antara 2,0 sampai 6,0 hal ini menunjukan bahwa tanah tersebut baik, karena tanah tersebut dapat menahan air yang cukup dan melewatkan air yang cukup sehingga tanah tersebut apabila terdapat hujan lebat tidak menimbulkan genangan yang terlalu lama yang dapat merugikan dalam bidang pertanian.
4.      Pada pengamatan tanah rumput (R) lebih baik air kapasitas lapangnya di banding pada pengamatan percobaan pada tanah dibawah pohon (P) dengan tanah hutan (H), karena hasil yang diperoleh pada tanah rumput lebih besar di banding dengan tanah di bawah pohon dengan tanah hutan.
5.      Bulk Density tanah yang ideal yaitu berkisar antar 1,3 – 1,35 g/cm3. (BD) pada tanah berkisar >1,65 g/cm3 untuk tanah berpasir, sedangkan pada kisaran 1,0-1,6 g/cm3 pada tanah geluh yang mengandung BO tanah sedang-tinggi.
6.      Dari pengamatan yang di peroleh tanah yang bertekstur baik yaitu pada kelompok 1 dan kelompok 3 yang mempunyai tekstur lempung liat berpasir di banding kelompok 2 yang mempunyai tekstur pasir yang dapat memudahkan larutnya unsur hara.
Saran
Saran yang dapat di berikan agar semua praktikan bisa bekerja sama dengan baik serta dapat menguasai materi percobaan, cermat dan juga teliti sehingga mendapatkan hasil yang akurat.












DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Arif. 2005. Pengaruh Pemberian Bahan Organik (Bokashi) terhadap Agregat Mantap Air, Nilai Cole dan Batas Alterberg Tanah Ultisol. Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.
Allen. 1998. Crop Evapotranspiration; Guidelines for Computing Crop Water Requirements. Irrigation and Drainage Paper 56. FAO. Rome.
Anna, dkk. 2000. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Anonim1. 2009. Tanah gambut.   http://aryapersada.com/transportation/gambut-extremely-low-bearing-capacity. Diakses pada tanggal 28 Desember 2009.
Anonim2 2009. Tekstur Tanah. http://bangjen.dagdigdug.com/2009/08/23/tekstur-tanah/. Diakses pada tanggal 25 Desember 2009.
Anonim3. 2009. Tekstur Tanah .  http://www.deptan.go.id/daerah_new/kalteng -
/distan   kalteng/potenwil.htm.Diakses pada tanggal 25 Desember 2009.
Doorenbos, R.J. 1976. Agrometeorological Field Station Irrigation and Drainage Paper no 27. FAO. Rome.
Ettinger. 1960. Laporan  Tahunan Balitra tahun 1996/1997. Balai Penelitian Tanaman Rawa. Banjar Baru.
Fadhly. 1997. Keragaan pemupukan N, P, K, dan S pada tanaman jagung di Sulsel. Dalam: Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Balitjas. Maros. p.478-489.
Foth, Henry D. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hadjowigeno, M.Sc, Pof. Ir. H. Sarwono. 2003. Ilmu Tanah. Akademik Pressindo, Jakarta. 
Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Harjowigeno, Sarwono. 1995. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta.
Hasanuddin. 1990. Efisiensi pemupukan pada padi dan palawija. Puslitbangtan. Bogor. 23p.
Ifansyah, Hairil. 2008. Modul Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.
Mahajan dan Walker. 1978. Budi daya tanaman jagung. Dalam: Jagung. Subandi et al. (Eds.). Puslibangtan. Bogor. p. 49-66.
Morris. 1987. The importance and need for sulfur in crop production in Asia and the Pacific Region. In Proceding of Symposium on Fertilizer, Sulphur Requrements and Sources in Developing Countries of Asia and Pacific. Bangkok.
Murdiyarso, Daniel. 1991. Hubungan Air Tanaman; Kapita Selekta Dalam Agrometeorologi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Murhan. 1995. Kajian Agregat Mantap Air dan Kandungan Air Kapasitas Lapang Tanah Podsolik di Desa Kalaan Kecamatan Aranio Kabupaten Banjar. Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.
Narang. 2009. Bahan Organik. Http://google.co.id/ 156-bahan-organik.html. Diakses pada tanggal 27 Desember 2009.
Ningsih. 1998. Efektifitas pemupukan P dari TSP dan SP36 pada tanaman jagung di lahan pasang surut sulfat masam. Dalam: Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Balitjas. Maros.p.450 - 456.
Nugroho, Bagus W. 2008. Struktur Tanah. Http://google.co.id/STRUKTUR TANAH « Bwn123’s Weblog.htm. Diakses pada tanggal 27 Desember 2009.
Raes, D. 1988. Irrigation Schedulling Information Sistem. Katholike Universiteit Leuven. Leuven.
Rimba, Perwira. 2005. Permeabilitas Profil Tanah. http://rimbaraya.blogspot.com  Diakses pada tanggal 23 Desember 2009.
Sanchez, Pedro A. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. ITB, Bandung.
Sander. 1988.  Teknologi produksi jagung.  Dalam: Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Balitjas. Maros. p.137-158.
Sarief, S. 1989. Fisika-Kimia Tanah Pertanian. Pustaka Buana, Jakarta.
Sarief, Saifuddin. 1985. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana, Bandung.
Sasrodarsono, S. 1978. Hidrologi Untuk Pengairan. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Subandi, A.F. 2006. Penggunaan pupuk Phosmag plus untuk tanaman jagung. Risalah Penelitian Jagung dan Serealia Lain. 3:15-22.
Turyanti, Ana. 1995. Sebaran Indeks Kekeringan Wilayah Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB. Bogor.
Usman. 1996. Analisis Kepekaan Beberapa Metode Pendugaan Evapotranspirasi Terhadap Perubahan Iklim. Tesis. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.
Yanwar, M. J. P. 2003. Teknik Irigasi Permukaan. Diktat Kuliah. Program Studi Teknik Pendayagunaan Lahan dan Air. Fateta. IPB.
Zadry. 1984. Evaluasi Terhadap Kekeringan Bagi Landras Padi Gogo. Tesis. Pasca Sarjana. IPB
Zupakhina. 1990. Hara tanaman jagung. Dalam:Jagung. Subandi et al. (Eds.). Puslitbangtan. Bogor. p. 49-66.

Text Box: 32